Minggu, 11 Mei 2008

GENERASI KAPITALIS BARU

*Edi Susilo

Sambil meniup air sabun dengan alat tiup mainan anak, wanita paruh baya yang telah memasuki usia monopouse itu terus menjajakan dagangannya, di kebun binatang inilah sekarang satu-satunya tempat baginya untuk mencari penghidupan, dengan berjuta harap tertumpu di pundaknya, anak-anak harus makan cukup hari ini, bergulat lebih keras untuk menyambung hidup keluarga, itulah kenyataan yang tak bisa ditepis dalam kehidupanya, lapak telah dilindas dan digempur paksa demi tata kota yang lebih baik, ditengah menjajakan mainan sabun Sesekali dia terlihat menyeka keringat yang bercucuran, dengan tanpa putus asa, Mbak Suminah nama wanita paruh baya tersebut, terus menjajakan dagangannya.
Oalah mas-mas ngenes banget saikiki urepku ki, saiki penghasilanku kie wes ora keno kangge mangan warek, lapak ku di gosor padahal neng kono aku urep, aku turu sekalian manak (betapa mengenaskan sekali hidupku sekarang, pendapatan saya sekarang sudah tidak cukup lagi buat makan, warung saya digusur padahal disana tempat penghidupanku, tempat tidur dan melahirkan anak) demikian di ungkapkan Suminah, Suminah adalah salah satu korban penggusuran pedagang kaki lima di Surabaya, akibat kebijakan pemerintah kota yang akan menertipkan semua PKL sampai akhir Juli 2008 ini. Program penertiban yang tidak di imbangbangi dengan rencana pemindahan yang matang menjadikan nasib para PKL sekarang tidak menentu.
Surabaya sebagai salah satu kota besar di Indonesia ternyata saat ini benar-benar telah menjadi icon kapitalis baru di Indonesia, saat ini di Surabaya dari 7 mol yang berhak untuk berdiri sudah ada lebih dari 19 pusat perbelanjaan. Ini adalah jumlah yang sangat fantastis untuk ukuran Surabaya. kebijakan yang dinilai banyak pihak sangat merugikan rakyat kecil, harus segera mendapat perhatian serius.
Pemerintah Surabaya harus mengkaji ulang kebijakanya dalam izin mendirikan pusat perbelanjaan, jangan asal ada uang mall boleh berdiri. sekarang berapa banyak PKL yang harus rela untuk kembali keleleran dijalanan karna tidak mendapat ganti rugi ataupun tempat yang layak, lapak-lapak kecil juga pasar tradisional tinggal menghitung mundur kapan akan mati. Kenyataan ini harus segera mendapatkan pembenahan.
Cukup sudah pendaritaan rakyat memenuhi halaman media di negeri ini, jangan hanya pandai berjanji saat kampanye, rakyat butuh uluran, hentikan pendirian pusat perbelanjaan, haruskah Surabaya menjadi ajang pameran mall? Haruskah surabanya menjadi simbol kapitalis).

Tidak ada komentar: