Kamis, 15 Mei 2008

BBM Tidak Boleh Naik..!!!


[ Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi ]



Kebijakan Pemerintah SBY-JK untuk Menaikkan lagi BBM bukanlah solusi, melainkan langkah untuk kabur dari tanggung jawabnya dan lari dari persoalan krisis minyak yang sebenarnya.?

Evisiensi: Meroketnya harga Minyak Dunia 122 USD/barel, pun Istana dan Kabinetnya seolah di buat panic karena harga itu jauh melampaui asumsi APBN yang mematok harga minyak dunia sebesar 95 USD. Dramatisasi ini dibantu oleh media yang masif mewartakan “TAK ADA JALAN LAIN” untuk meminimalisir defisit anggaran negara (APBN), kecuali subsidi energi nasional dicabut.

Kekayaan Bangsa : Negara ini begitu mempesona dengan limpahan mineral dari perut bumi pertiwi. Indonesia

adalah penghasil 25% timah, 2,2% batubara, 7,2% emas, dan 5,7% nikel dunia. Produksi gas, indonesia (97.8 juta kubik), masuk dalam daftar ke 9 penghasil gas alam di dunia, dan merupakan urutan pertama di kawasan Asia Pasifik. Demikian pula produksi minyak bumi mencapai 1.1 juta barel/hari, dan produksi batubara melebihi produksi Australia. Kekayaan ini pula yang membuat negara-negara industri maju seperti: Jepang, Korea Selatan, AS, Inggris, Australia, Cina, Belanda, Prancis, dan India ’ngiler’ melihatnya. Saking kayanya sampai kita sering dijuluki sebagai ’zamrudnya khatulistiwa’.

Keuntungan: Siapa yang diuntungkan?, Paling banyak mendapatkan keuntungan dari kenaikan harga minyak dunia bukan negara eksportir minyak tetapi perusahaan-perusahaan pemilik ladang eksplorasi dan industri pengilangan minyak seperti Chevron, ExxonMobil, ConocoPhilips, Sheel, Texaco, BP, UNOCAL, dan Petromas, Petrocina, Serta para broker (spekulan). Di inodnesia Contohnya, keuntungan Exxon Mobile sebesar 8 milyar dolar AS tahun ini. ConocoPhillips sebesar 3,3 milyar dolar AS, keuntungan Anglo Dutch Shell setara 6,09 milyar dolar AS dan keuntungan BP (British Petroleum) sebesar 5,82 milyar dolar AS, dll. Sekalipun sebagai negara eksportir keuntungan itu bukanlah miliknya, malah posisi Indonesia bergeser menjadi negara Net-Impor minyak.


Akar Persoalan: Selain diakibatkan tidak bermartabatnya kaum negarawan, besarnya panen keuntungan dari tambang disaat kenaikan minyak dunia, indonesia hanya memetik kemiskinan dan pengangguran, ini dikarenakan:

  1. Sebagian besar tambang nasional telah cukup lama dimiliki oleh MNC. Sebanyak 85,4% dari 137 konsesi pengelolaan lapangan migas dimiliki oleh MNC. Perusahaan nasional hanya punya porsi 14,6 %. Ironisnya keuntungan pemerintah yang didapatkan lewat PSC tidak pernah menebus angka 3% dari PDB atau setara 50 trilyun.

  2. 90% total produksi dikuasai oleh 6 MNC, yakni; Total (market share-nya ditahun 2004,30%), Exxon- Mobil (17%), Vico (BP-Eni joint venture, 11%), ConocoPhillips (11%), BP (6%), and Chevron (4%). Ironisnya keuntungan pemerintah yang didapatkan lewat PSC tidak pernah menebus angka 3% dari PDB atau setara 50 trilyun. Sedangkan pertamina hanya menguasai 4,4%.

  3. Orientasi ekspor menyebabkan hampir semua total produksi gas dijual kepada Jepang, Filipina, Thailand, Korea selatan, dan Malaysia.

  4. Dikebirinya peran pertamina oleh pemerintah disektor hilir, sehingga korporasi asing mendapatkan keuntungan berlimpah, baik di lapangan eksplorasi mapun pendistribusiannya.

Saat MNC asing mendulang untung dari kenaikan minyak dunia, PT Pertamina dithn 2007 hanya memperoleh laba bersih sebesar Rp17,8 triliun atau turun 27,3% dari thn lalu. Jadi, merupakan sebuah ironi, korporasi asing yang bereksplorasi di wilayah yang sama, memperoleh keuntungan maksimum, sedangkan Pertamina mengalami penurunan laba.

Bohong: Benar-benar prestasi bagi pemerintahan SBY-Kalla: memperingati seabad kebangkitan nasional SBY dengan menaikkan harga BBM!! Karena memang tujuan sejati dari pencabutan subsidi BBM adalah:

  1. Mempercepat liberalisasi hilir migas (yang telah dicanangkan dengan UU Migas No. 22 tahun 2001) yang menguntungkan perusahaan-perusahaan multinasional semacam Shell, Petronas, juga lainnya.

  2. Mempercepat kehancuran industri nasional, agar negara semakin berkurang daya tawarnya terhadap investasi asing (sesuai keinginan UU PM No. 25 tahun 2007) . Ini sejalan dengan gencarnya kebijakan privatisasi (baca: penggadaian) perusahaan negara.

Solusi jangka pendek berupa penghematan energi benar-benar kontra-produktif. Penghematan energi dengan mematikan lampu jalan ataupun peralatan-peralatan pemakai energi pada malam hari pada dasarnya BOHONG.

Jalan Baru Menyelamatkan Kekayaan Bangsa

Nasionalisasi Industri Pertambangan Asing

Jalan Keluar: Dikuasainya sector strategis menjadi penyebab utama hilangnya kemampuan Negara dalam melindungi dan memajukan tenaga produktif nasional.selain itu, Nasionalisasi harus ditempatkan sebagai bagian dari perjuangan menegakkan martabat dan kedaulatan bangsa, dimana bangsa indonesia memiliki posisi setara dengan bangsa-bangsa lain di dunia, termasuk korporasi asing. Seperti yang pernah dupayakan pemerintahan Soekarno dengan mengeluarkan kebijakan UU No. 86/1958 tentang nasionalisasi perusahaan-perusahaan asing, Kebijakan pencabutan subsidi BBM Harus di tolak dengan tegas karena hanya menguntungkan kepentingan asing. Menyerukan:

  1. Menasionalisasi perusahaan pertambangan asing untuk Kesejahteraan Rakyat.

  2. Minimal meninjau-ulang kontrak karya dengan seluruh KKKS karena telah merugikan pihak Indonesia.

  3. Cabut semua paket UU (regulasi) yang mensyahkan korporasi asing menjarah kekayaan alam. seperti UU Migas Nomor 22/2001, UU PMA 25/2007. Dll.

  4. Hapus utang luar negeri. Pertama, Subsudi BBM untuk 2008 adalah 46,7 trilyun rupiah, dapat ditutupi dengan pos pembayaran ULN mencapai Rp 91,365 triliun ditahun ini. Kedua, sumber yang telah menekan APBN.

Nasionalisasi akan menjadi sarana untuk melepaskan campur-tangan imperialisme pada sektor-sektor ekonomi yang vital dan menguasai hajat hidup orang banyak. Merupakan solusi pembiayaan untuk menjalankan program-program sosial seperti pendidikan gratis, kesehatan gratis, sembako murah, pembangunan infrastruktur, dan industrialisasi. Dan memastikan penguasaan penuh terhadap sumber energi untuk memasok kebutuhan industri nasional dan kebutuhan rumah tangga. Ini sebagai program perjuangan pembebasan nasional, nasionalisasi memutlakkan penguasaan dan kontrol terhadap sumber daya alam oleh negara guna dimanfaatkan bagi kemakmuran rakyat. Cukup Sudah Jadi bangsa Kuli Bangit Jadi Bangsa Mandiri.




Minggu, 11 Mei 2008

GENERASI KAPITALIS BARU

*Edi Susilo

Sambil meniup air sabun dengan alat tiup mainan anak, wanita paruh baya yang telah memasuki usia monopouse itu terus menjajakan dagangannya, di kebun binatang inilah sekarang satu-satunya tempat baginya untuk mencari penghidupan, dengan berjuta harap tertumpu di pundaknya, anak-anak harus makan cukup hari ini, bergulat lebih keras untuk menyambung hidup keluarga, itulah kenyataan yang tak bisa ditepis dalam kehidupanya, lapak telah dilindas dan digempur paksa demi tata kota yang lebih baik, ditengah menjajakan mainan sabun Sesekali dia terlihat menyeka keringat yang bercucuran, dengan tanpa putus asa, Mbak Suminah nama wanita paruh baya tersebut, terus menjajakan dagangannya.
Oalah mas-mas ngenes banget saikiki urepku ki, saiki penghasilanku kie wes ora keno kangge mangan warek, lapak ku di gosor padahal neng kono aku urep, aku turu sekalian manak (betapa mengenaskan sekali hidupku sekarang, pendapatan saya sekarang sudah tidak cukup lagi buat makan, warung saya digusur padahal disana tempat penghidupanku, tempat tidur dan melahirkan anak) demikian di ungkapkan Suminah, Suminah adalah salah satu korban penggusuran pedagang kaki lima di Surabaya, akibat kebijakan pemerintah kota yang akan menertipkan semua PKL sampai akhir Juli 2008 ini. Program penertiban yang tidak di imbangbangi dengan rencana pemindahan yang matang menjadikan nasib para PKL sekarang tidak menentu.
Surabaya sebagai salah satu kota besar di Indonesia ternyata saat ini benar-benar telah menjadi icon kapitalis baru di Indonesia, saat ini di Surabaya dari 7 mol yang berhak untuk berdiri sudah ada lebih dari 19 pusat perbelanjaan. Ini adalah jumlah yang sangat fantastis untuk ukuran Surabaya. kebijakan yang dinilai banyak pihak sangat merugikan rakyat kecil, harus segera mendapat perhatian serius.
Pemerintah Surabaya harus mengkaji ulang kebijakanya dalam izin mendirikan pusat perbelanjaan, jangan asal ada uang mall boleh berdiri. sekarang berapa banyak PKL yang harus rela untuk kembali keleleran dijalanan karna tidak mendapat ganti rugi ataupun tempat yang layak, lapak-lapak kecil juga pasar tradisional tinggal menghitung mundur kapan akan mati. Kenyataan ini harus segera mendapatkan pembenahan.
Cukup sudah pendaritaan rakyat memenuhi halaman media di negeri ini, jangan hanya pandai berjanji saat kampanye, rakyat butuh uluran, hentikan pendirian pusat perbelanjaan, haruskah Surabaya menjadi ajang pameran mall? Haruskah surabanya menjadi simbol kapitalis).