Selasa, 06 Mei 2008

MASIH INGIN KURASAKAN

“Untuk pemulung di Kali Mambu”
Kebimbangan bertumpu pada apa yang disebut isyarat mati, mencoba mengurai pedih perjalanan, memapah bersama orang-orang yang telah ternodai, dosa dan kearifan, satu yang menyesakkan, bertahun mencari mata air, selama kaki melangkah, madu belum juga kurasa, inilah pekik dunia, bersama hingar-bingar kebijakan yang tak tentu arah, mencoba mencuri kail, untuk sekedar bertahan hidup. Dipinggiran kali mambu meretas keniscayaan, mencoba mengubah takbir malam. Siang hilang malam berganti. Dengan lusuh mencakar setiap sudut kota. Menjamah apa yang bisa dijamah. Mengais apa yang bisa dikais, memakan apa yang bisa dimakan. Ditepian kali mambu akupun memuja. Masih adilkah dunia bila anak ku tak sekolah.
Kalimambu, 24 April 2008
Edi Susilo

Memoar untuk Ki Hadjar Dewantara

Jiwa merdeka tiga tahun anakku, Tutwuri handayani kata pendiri bangsaku. Namun kenapa dengan kodrat alam tiga hari hidupmu. Ibu menatapku dalam, berharap satu padaku.
Yogyakarta,23 April 2008
Edi Susilo

TABIAT

 
Malam memasung, Baru kusadari hidup yang sebenarnya, Terlepas dari kebersamaan Kemunafikan saat susah, Keculasan saat tiada. Pergi saat nista, Benarlah kata si Mbok Suka, bertandang, lumrah. Senang dikerubuti, wajar. Susah, sampai mati kamu sendiri. Itu tabiat Jangan heran. Jangan pula sesal. Hidup Tak jauh beda dengan kebohongan. Masih ingatkah kau? Tua gila itu dicemooh di pinggir trotoar, Artis itu dipuja banyak mata. Saat harus menangis rajam menyayat. Belaian itu sirna. Belaian itu tak ada lagi Semua pergi. Asu..umpatan itu keluar tanpa dosa, Bajingan… begitu lantang ringan terucap, Terkutuk semuanya. Maafkan aku jika harus seperti ini. Tapi seharusnya memang seperti itu
Yogyakarta, 29 Mei 2007
Edi Susilo

MELODY BIDADARI MALAM.

Suluh berganti mengalunkan berjuta kerinduan dipenghujung kegalauan, menapak meniti sejuta asa, berharap pada mukzijat yang turun dari langit, galau itu terus menyerangku. Diatas bilik bambu aku bergelayutan menahan angan, sempit dan tersayat, puing-puing hati ini mengalunkan kepedihan derita akan hidup, mengelana dalam perjalanan yang tak pernah usai, entah kapan ada jalan panjang yang terjuntai mencoba menawarkan rasa dihadapan para bidadari yang haus persetubuhan, aku terus menangis dalam bayangan kemarau yang tak tau kapan harus berakhir, bersama sejuta kesyahduan kucoba mencari celah ketenangan. Lamunan itu tersurut dalam gelapnya peta firasatku, pasti namun masih berkabut, dalam sayatan perih yang terus dibuai mimpi. Dalam keheningan malam bersama lantunan nafas tidurku engkau datang membawa kesejukan yang ku idamkan.
Dalam galau perasaan yang terus tercabik durga, hatiku berkabut kerinduan pada sayatan nurani hitam, laknat, Durga selalu berusaha memayungiku, memaksaku tunduk kepada nafsu. Durga berhasil menancapkan puing-puing isyarat kehancuran, dalam pekat ini belum kutemukan cahaya, kembali bidadari dalam mimpi mencoba memberikan penyejuk yang tak bertuan, memberikan seutas senyum yang entah kapan dapat terwujut, malam mengelanyut dan aku tersadar dari tidur.
Yogyakarta 30 April 2008
Edi Susilo

BAWA SALJU ITU

Asmara berkuncup memang indah
Menelan setiap ludah yang tergiur gundah
Kemolekan terserabut ngeri
Bisik hati berpaut birahi
Perlahan kau datang menghampiriku
Menawarkan secangkir madu
Didalam untaian senyum yang terus memaksaku
Untuk segera tunduk pada libidoku
Aku memang mencintaimu
Ungkap ku dalam hati
Tatkala iblis berbisik padaku
Semburat wajah itu terus menghakimiku
Dalam pintamu, engkau mendasau nafas mu
Uhhh….. lirih
Aku bingung
Haruskah malaikat mencoba menasehatiku
Cinta bukan alasan
Cinta bukan menghalalkan
Cinta bukan keabsahan
Balutkan kembali mahkota itu
Bawa slalu salju
Biarkan aku terbang dengan khayalanku

Yogyakarta, 2008
Edi Susilo

ULEAD VIDEO STUDIO

Oleh: Edi Susilo

A. PENDAHULUAN
Video editing dewasa ini sudah mulai banyak diminati oleh banyak kalangan non-profesional untuk mengedit video sederhana hingga tingkat menengah, seperti video dokumen pernikahan, ulang tahun, wisuda, dan lain-lain.
Mengedit video sendiri untuk beberapa orang merupakan kegiatan hobi yang tidak ternilai. Menciptakan kreasi video sendiri lebih asyik ditonton oleh segenap keluarga dari pada menyerahkannya kepada pihak lain.
Dewasa ini telah banyak software ataupun hardware yang mempermudah orang awam untuk mengedit video sendiri. Salah satu software video editing untuk semi-profesional yang cukup banyak diminati adalah Ulead VideoStudio, Ulead Video Studio sekarang sudah memeliki banyak versi dari versi terjadulnya sampai sekarang sudah sampai versi 11. .Alasan mengapa memilih program ini di karenakan selain program ini cukup populer juga program ini kecil, sederhana, ringan, dan amat sangat mudah dipergunakan dan dipelajari.
Bagaimana mengolah file-file gambar dan potonngan video menjadi sebuah video yang menarik sesuai dengan keinginan. Nanti akan coba diuraikan. bisa menambahkan Effect, Title, Overlay dan Sound dalam video. Cara memotong video, Setelah selesai bisa dilanjutkan menjadikan kedalam banyak format seperti dalam bentuk mpg video dengan mengklik “Share” kemudian Create Video File - Pilih VCD PAL Masukkan nama file - Save. Setelah selesai Anda bisa memburning file mpg tadi mejadi VCD.
Dengan menggunakan program Ulead VideoStudio. Diharapkan bisa menjadi seorang video editor yang cukup handal


B. PEMBAHASAN
B.1. Mengenal Element-Element Pada Display Ulead
Sebelum memulai menjalankan program ulead harus menginstal program ulead terlebih dahulu wajib dilakukan , software dapat di beli di toko atau di tempat penyewaan kaset program.
Setelah dilakukan pengistalan program, Berikut merupakan tampilam awal ulead


Berikutnya apa yang harus dilakukan?, setelah membuka tampilan seperti yang terlihat pada gambar lanjutkan dengan meng klik tool bar video studio editor, sehingga selanjutnya akan tampak tampilan seperti berikut:

Namun, Sebelum jauh belajar tentang bagaimana cara mengedit film, diharapkan pengguna software mengenal dan mampu memahami artikulasi juga fungsi element-element yang terdapat pada display software ulead video studio, berikut adalah beberapa element tersebut:
1. Jendela preview
Adalah tempat menampilkan clip view, filter, efek, title. Selain itu jendela preview bertugas menampilkan hasil sementara pengeditan video yang tengah anda lakukan.
2. Panel opsi
Adalah panel yang bertugas menampilkan setting dari sebuah fungsi yang tengah anda jalankan saat ini. Kegunaan dari panel ini adalah sebagai tempat mengatur setting
3. Library
Adalah tempat menyimpan clip-clip, efek, file suara yang sering digunakan dalam video, clip awal sebagai contoh telah disertakan dalam program, namun pengguna software juga dapat melakukan penambahan jika diperlukan.
4. Time line
Adalah tempat melakukan penyusunan dan pengeditan video. Pengguna program ulead akan bekerja didalam time line untuk menghasilkan sebuah video yang diinginkan
5. Panel navigasi
Adalah panel yang berisikan tombol-tombol untuk memainkan sebuah clip atau memotongnya.
Disamping element display di atas, ulead juga mempunyai element editing. Berikut beberapa element editing yang utama terdapat dalam sofware ulead dan fungsinya:
1. Video
Untuk mengambil dan menempatkan clip
2. Image
Untuk mengambil dan menempatkan gambar
3. Audio
Suara diperlukan sebagai ukuran penentu tingkat kesuksesan komposisis video yang dibuat. Suara adalah element penting yang membuat dramatisme video. Dalam ulead mengenal dua jenis audio yaitu audio suara dan audio musik
4. Transision
Transisi adalah vasilitas dalam ulead yang menawarkan cara yang lebih kreatif dan lebih menarik untuk membuat efek perpindahan antara satu clip ke klip lain
5. Video filter
Video filter adalah efek yang dapat diaplikasikan pada klip sehingga penampilan dari clip tersebut berubah. Tersedia banyak efek video clip siap pakai dalam fideo filter, seperti bluer, mazaik, old film, dan lain-lain
6. Title
Adalah tulisan dalam video sebagai keterangan tambahan dari komposisi video yang dibuat.

B.2 Cara Mengedit Film dengan Ulead
Hal pertama yang perlu dilakukan adalah mengimpor clip atau gambar pada library ke time line caranya adalah dengan mengklik clip yang diinginkan dibagian library kemudian drag ke arah time line.
Sebelum memulai mengedit film, para editing biasanya melakukan menyesuaikan clip yang akan diedit, seperti apabila apabila sebuah clip dianggao terlalu panjang, maka para editing film akan memendekan. Memendekan clip yang telah dimuat adalah tindakan yang penting dalam editing. Cara memotong sebuah clip dalam ulead sangat mudah, yaitu dengan mengklik ujung clip yang akan dipendekan, kemudian drag kearah dalam sejauh pemendekan yang diinginkan.atau bisa juga dengan menggunakan salah satu fasilitas ulead yaitu dengan mengeklik tombol cut clip dan menggeser clip yang telah dipotong.
Setelah itu para editing bisa memulai mengatur time line. inilah hal yang dianggap paling sulit dan rumit dalam mengedit film. Namun sebagian besar editing menyukai hal ini karena disinilah letak tantangan dalam mengedit video. kapan scene ini muncul, setelah dan sebelum scene yang mana. Selain penempatan scene-nya juga harus disesuaikan dengan musik, Panjang pendeknya scene juga harus disesuaikan dengan panjangnya segmen musik yang jadi latar belakang.
Jadi yang dimaksud mengatur time line itu adalah mengatur perubahan dalam video dari waktu ke waktu. Dari detik ke detik, dari satu frame ke frame yang lain. Seperti kalau kita mengetahui sistem PAL pada TV yang dalam satu detik ada sekitar 24 frame. Jadi untuk clip dengan durasi tiga menitan, memebutuhkan sekitar 4320 frame yang harus diatur, negitu juga dengan sistem pengaturtan timeline. Tetapi dalam ulead sedikit lebih medah, ini karena materi videonya sudah ada, jadi tidak perlu repot mengatur tiap frame. Cukup mengatur pergantian scene demi scene.
Selain mengatur timeline dari scene, juga harus diatur timeline dari efek yang dipakai. Kapan efek blur muncul, berapa lama, kapan filmnya di-freeze atau backward. Kapan teksnya akan muncul, kapan teksnya dianimasi. Karena dibagian memberi efek inilah yang paling rumit sekaligus menyenangkan, Sekian banyak efek yang disediakan, mau memilih yang mana, bagaimana tingkat efeknya, bagian mana yang terkena efek..
Setelah mengetahui bagaimana teori pembuatan sebuah film video, maka berikut adalah cintoh sederhana praktek membuat sebuah film.
Langkah-langkah:
1. Transfer terlebih dahulu video atau gambar pada computer.
2. Buka program ulead, setelah keluar tampilan awal seperti
Klik video studio editor, maka akan keluar tampilan selanjutnya
3. Drag salah satu vasititas pembuka video ke dalam time line, seperti
4. Setelah itu masukkan foto atau Gambar melalui fasilitas image, bisa menggunakan gambar yang telah tersedia atau mengimpor gambar yang lain.
5. Diantara gambar dan video supaya lebih menarik. sisipkan transision, agar perpindahan terasa halus dan menarik
6. Kemudian supaya lebih menarik sisipkan kata-kata pembuka, hal tersebut dapat dilakukan dengan mengklik Title. setelah dalam jendela preview terlihat space untuk menuliskan kata maka editing video bisa menuliskan kata pembuka sesuai dengan keinginan sebagai contoh “MIPA UST PRESENT’ Selanjutnya title dapat diberi efek dengan menggunakan vasilitas yang ada pada ulead.
7. Setelah itu masukkan kembali video yang diinginkan untuk diedit, atau dapat menyisipkan materi foto.
8. Yang terakhir adalah memilih musik atau suara untuk film yang sedang dibuat. Caranya juga sangat sederhana tinggal mengklik dan drag musik kedalam time line. Setelah semua sudah selesai dilanjutkan dengan menyimpan file film yang sudah selesai dibuat, ada banyak versi penyimpanan dalam menyimpan video yang sudah diedit. Para editing dapat menyimpan dalam format apapun seperti (mpeg, dvd, vcd dll) caranya sanagat mudah klik share, lalu klik created video file dan silahkan pilih mau di save dalam format apa.
Bagaimana. mudah bukan membuat sebuah film?, hasil akan menjadi lebih baik jika rajin berlatih juga kuat dalam menciptakan kreasi-kreasi dengan vasilitas yang sudah disediakan dalam sofwere ulead ini.
C. PENUTUP
Ulead video studio merupakan salah satu sofewere yang baik untuk belajar bagi para editor film pemula, selain mudah juga tidak membutuhkan kapasitas hardis yang besar.

Pengajaran Kepandaian dalam Tamansiswa Guru dan Serimpi, Tani dan Wartawan

Oleh: Ki Hadjar Dewantara

Mulai dulu hingga sekarang Taman Siswa merupakan perguruan untuk memberi pengetahuan serta kecakapan dalam sifat-sifatnya yang umum ‘algeemen vormend’ guna menyokong perkembangan jiwa raga anak-anak, sesuai dengan bakatnya masing-masing. Agar kelak mereka dapat mencapai hidup dan penghidupan yang setinggi-tingginya dan yang bermanfaat yang sebesar-besarnya, bagi dirinya sendiri dan masyarakatnya. Pada dasarnya kita mengutamakan pendidikan dan pengajaran menurut dasar dan azas ”kulturil” belum sampai kita memasukan usaha pendidikan dan pengajaran “kepandaian “khusus, seperti yang biasa dilakukan oleh ‘Sekolah Vak’.
Bukannya kita mempunyai anggapan yang rendah (diskriminasi) terhadap pekerjan dan kepandaian khusus dalam hidup manusia sebagai yang lazimnya nampak dalam angan-angan, ‘intelektualistis’ yang hanya ingin, ‘tahu untuk tahu’ tidak ‘untuk di amalkan’. Sekali-kali tidak! Kita mementingkan ‘pengajaran umum’ itu berdasarkan dua pertimbangan. Pertama adalah sukar sekali bagi Taman Siswa untuk mendirikan sesuatu ‘vakschool’ yang memerukan biaya yang tidak sedikit itu. Kedua kalinya yang paling kita pentingkan ialah hapusnya sistem pendidikan dan pengajaran berasal dari dunia Barat dan dilakukan oleh kaum penjajah, yang dalam sifat-sifat dan dasarnya, bentuk-bentuk dan isinya serta caranya, melaksanakan semata-mata ‘colonial’ itu. Di sekolah-sekolah vak yang dulu sudah ada anak-anak kita di pelajari pelbagai kepandaian khusus ,yang bagaimanapun juga menguntungkan hidupnya. Akan tetapi sebelum memasuki sekolah-sekolah vak tersebut, mereka dapat didikan umum yang bertentangan dengan azas-azas nasional. Didikan yang salah itu menyebabkan anak-anak kita nantinya sebagai seorang ahli akan menemui banyak kesukaran dalam hidupnya, berhubung dengan tetap adanya “diskriminasi” terhadap hidup di dalam masyarakat. Selain itu bagi anak anak kita sukar sekali untuk masuk ke sekolah-sekolah vak yang lebih tinggi dari pada yang khusus di peruntukan bagi mereka tadi, dimana anak-anak kita dididik menjadi “tukang-tukang” belaka. Inilah akibat sistim pendidikan dan pengajaran yang kolonial, yang tetap mengandung diskriminasi terhadap bangsa kita, teristimewa pada bagian yang biasa di sebut ‘algeemen vormend onderwijs’. Sedangkan ini merupakan batu loncatan untuk memasuki sekolah sekolah vak yang amat rendah itu.
Bahwa Taman Siswa tidak mengabaikan pengajaran kepandaian, dapat di buktikan dengan berdirinya pelbagai bagian perguruan kita, yang bermaksud memberi persiapan pendidikan dan pengajaran vak. Diantaranya kita kenal Taman Masyarakat atau Kelas Masyarakat, Taman Kerti, Taman Tani dan Kursus kursus vak lain-lainnya. Dalam hal ini termasuk azas-azas yang tertentu, yang berhubungan dengan keselamatan dan kebahagian hidup dan penghidupannya.Yaitu Taman Siswa bermaksud mendorong anak-anak untuk bekerja (jangan seterusnya hanya’berfikir’saja), untuk memilih pekerjaan yang sesuai dengan bakatnya, untuk menginsyafi akan kewajibanya mencari nafkah, agar nantinya dapat mencapai hidup merdeka, tidak menjadi tanggungan orang lain. Demikian selanjutnya.
Sebagai nasionalis sudah selayaknya pula kita berusaha agar negeri kita mempunyai sekolah-sekolah kepandaian yang menguntungkan rakyat dan negara. Mengingat keadaan negeri kita seharusnyalah kita mempunyai sekolah-sekolah tani, pelayaran, perdagangan, pertukangan, kesehatan, perobatan, kesenian, dan lain-lain yang di perlukan untuk tiap-tiap negara yang merdeka, mulai sekolah-sekolah yang terendah sampai yang tertinggi, agar kita tidak semata-mata tergantung pada negeri-negeri lain. Apabila kita Taman Siswa tidak sanggup atau tidak mampu untuk menyelenggarakan pendidikan vak tadi, hendaknya kita memberi bantuan secukupnya untuk pembangunan tersebut. Kita dapat menganjurkan kepada murid-murid kita untuk memasuki sekolah-sekolah vak itu, baik kepunyaan pemerintah maupun yang diusahakan badan badan partikelir. Dapat juga kita menyumbangkan tenaga atau harta benda untuk usaha-usaha yang di maksud, demi kepentingan anak-anak serta negara kita bersama. Demikian menurut pandangan saya hubungan yang ada antara Taman Siswa dengan soal pendidikan dan pengajaran kepandaian pada umumnya. Sekali lagi: Taman Siswa manganggap sebagai tugasnya yang pertama : mengganti sistem pendidikan dan pengajaran yang berjiwa dan beraga ‘kolonial’ itu dengan sistem baru yang ‘nasional’ dan ‘kulturil’. Untuk itulah lebih dahulu diperlukan pembangunan bagian ‘algemeen’ vormend onderwijsnya.
Sebenarnya sudah pada permulaan usahanya, Taman Siswa mendirikan bagian perguruan yang merupakan, ’vakschool’. Bukankah ‘Taman Guru’ kita itu suatu kepandaian khusus, yang di luar kalangan di sebut, ’kweekschool’ atau ‘Vakschool Voor Onderwijzers‘? Apabila sekolah ‘kepandaian’ tersebut kita dahulukan berdirinya maka tidak lain maksud kita ialah untuk dapat meluaskan tugas kita, yakni mendidik kader-kader dan pemimpin pemimpin yang akan ikut serta dalam perjuangan kita menuju ke arah pemberantasan ‘kolonial onderwijs’ untuk seluruh indonesia.
Jangan dilupakan adanya pelajaran tarian-tarian Jawa umumnya khususnya “Bedoyo”: dan “Serimpi”, di bawah pimpinan guru-guru dari “Krido Bekso Wiromo”, yang sejak tahun 1931 berdiri sebagai bagian tetap dengan nama “Taman Kesenian “, bahkan sudah memberikan ujian serta memberikan ijazah-ijazah Guru Serimpi juga dengan resmi.
Selain itu termasuk pula dalam idam-idaman kita mendirikan ,’vakschool’ untuk Pertanian, yang sudah pernah kita usahakan juga, mulai dengan cara ‘eksperimentil’ disana-sini, juga di jaman Jepang, sekalipun tak dapat langsung untuk seterusnya. Menggabungkan ‘Pawiyatan’ dengan ‘pertanian’ itu kita anggap patut sekali, karena rakyat kita adalah ‘rakyat tani’ dan menurut tradisi jaman dahulu hidupnya para ‘pendeta’ dengan ‘cantrik-cantrik’-nya itu senantiasa diliputi alam dan suasana pertanian. Dalam hubungan ini baik juga diinggat, bahwa pernah di kalangan Taman Siswa pernah di perbincangkan soal ‘Pensiun–Tanifonds’ dengan maksud untuk mewujudkan timbang-bhakti atau ‘pensiun’ berupa tanah pertanian buat anggota–anggota Taman Siswa, yang karena usianya tak lagi dapat melakukan pekerjaannya sebagai pamong. Berhubung dengan kesukaran-kesukaran yang bermacam-macam maka rencana ‘Taman Tani’ dan ‘Tani – Pensiunfonds’ tadi tidak dapat di laksanakan.
Ada lagi satu soal pengajaran vak, yang pernah kami majukan dalam lingkungan Taman Siswa, yaitu tentang kemungkinan mengadakan pengajaran jurnalistik sebagai ‘bagian differensiasi’ dalam Taman Madya atau Taman Guru kita. Dalam soal ini ada beberapa kepentingan yang patut kita insyafi dan kita pertimbangkan .
Pertama : seorang ‘wartawan’ adalah seorang ‘pendidik’; ia mendidik pembaca–pembacanya: ia mendidik masyarakatnya : ia mempengaruhi perkembangan kebudayaan. Bukannya di sini patut sekali dan perlu Taman Siswa masukan cita-citanya ke dalam dunia Pers ?!.
Kedua : banyak sudah anak anak kita memangku jabatan jurnalistik, karena sebagai putera Taman Siswa, mereka merasa patut dan senang, sanggup dan mampu untuk bekerja sebagai jurnalis.
Ketiga : alangkah baiknya bila kita (berhubung dengan hal pertama dan kedua itu) mengadakan pendidikan khusus bagi anak anak kita yang berbakat kewartawanan itu.
Keempat : tentang rencana pelajarannya sebetulnya hanya sedikit perbedaannya dengan isi di Taman Guru kita bagian ‘Budaya’, sehingga dengan mengganti pelajaran-pelajaran (yang khusus mengenai pendidikan dan pengajaran bagi anak-anak) menjadi pelajaran yang mengenai hidup orang-orang dewasa dan masyarakat serta tekniknya jurnalistik sudah cukuplah kiranya .
Kelima : dengan memberi status ‘Taman Guru C’ kepada ‘Taman Wartawan’, yang berdekatan dengan bagian ‘Budaya’, dan bagian ‘C-Sosial’ itu, maka tentang biayanya kiranya tidak akan memberi kesukaran yang tak dapat di atasi.
Keenam : bagian pendidikan wartawan itu akan mendekatkan lagi hidup Taman Siswa dengan masyarakat kebangsaan kita, yang berarti menambah anggapan baik dari rakyat terhadap Taman Siswa sebagai Badan Perguruan Nasional. Kita telah membuktikan kesanggupan dan kemampuan untuk ikut memperjuangkan segala kepentingan Nusa dan Bangsa, disamping tugas kita yang khusus, yaitu mempertahankan keselamatan dan kebahagian anak-anak di dalam lingkungan kebudayaan kebangsaannya .
Cukup sekian pandangan saya tentang,’vak-opleiding’di dalam perguruan kita Taman Siswa pada umumnya dan khususnya tentang pendidikan wartawan, yang sebagai pendidik masyarakat dalam beberapa hal benar-benar bersamaan tugas dengan pamong- pamong Taman Siswa.
Tentang kedudukan Pers di dalam masyarakat, teristimewa tentang pengaruhnya yang amat besar terhadap perkembangan jiwa manusia dan hidup khalayak, di bawah ini saya sajikan sekedar penjelasan Pers, seperti yang pernah saya uraikan di dalam ceramah di muka pertemuan untuk memperingati di hari ulang tahun yang pertama dari pada ‘Lembaga Pers dan Pendapat Umum’, tanggal 10 oktober 1953 yang lalu di Yogyakarta.
Di seluruh dunia dan jaman apapun dapat kita saksikan sendiri, bahwa dalam hidup tumbuh dan perkembangannya, Pers itu selalu berdampingan dengan gerak-gerik dan kemajuan hidup rakyat di tiap negeri. Dinamik yang nampak di dalam hidup dan penghidupan manusia selalu di sebabkan karena adanya dinamik di dalam hidup kejiwaan nya. Seterusnya kesibukan hidup lahir tadi kembali mempengaruhi hidup batin dan menyebabkan kesibukan jiwa. Dinamik batin, yang kini merupakan ‘akibat ‘ daripada hidup lahir itu, keluar kembali untuk mempengaruhi lagi segala gerak-gerik hidup lahir. Begitulah seterusnya ‘sebab’ dan ‘akibat’ saling ganti mengganti dengan tiada akhirnya. Dan itulah yang menyebabkan tidak abadinya hidup dan penghidupan manusia di dunia ini. Dalam pada itu berganti-ganti bentuk-bentuk hidup dan penghidupan, karena terus berubah-ubahnya keadaan hidup bersama itu, pada umumnya menyebabkan adanya ‘kemajuan’, meskipun di sampingnya nampak ‘kemunduran’ atau ‘kebekuan’ pada beberapa bagian hidup dan penghidupan.
Sebelum manusia mendapatkan cara ‘menulis’ dan atau menggambar isi jiwanya, maka hanya dengan kata-kata saja ia dapat memancarkan angan-angannya kepada orang-orang yang berada didekatnya. Tidak mungkin orang banyak dapat ikut menerimanya. Selain itu bagi kebanyakan orang biasanya sukar untuk menerima dan memahami keterangan-keterangan dan penjelasan-penjelasan tentang soal-soal yang ‘abstrak’, apabila tidak dapat “dilihat” dan hanya via “pendengaran” semata-mata. Sebaliknya sesudah ada cara menulis dan menggambar, pancaran isi jiwa tadi lebih gampang dapat diterima orang-orang lain ; juga ditempat-tempat yang jauh-jauh letaknya, karena siaran isi jiwa tadi lalu dapat dilihat, tidak hanya didengarkan saja. Orang dapat leluasa untuk memikir-mikirkannya dengan tenang, sedangkan dengan begitu tidak saja mereka yang mempunyai dasar ‘auditif’ (yakni mudah memasukkan kedalam jiwanya apa yang didengar), pun mereka yang ,’visueel’ (gampang mengerti apa yang dilihat) sekaligus dapat tertolong.
Dapat dimengerti bahwa setelah diketemukan cara mencetak buah fikiran dengan peralatan,’drukpres’, perkembangan hidup masyarakat berlangsung dengan amat cepatnya. Hal ini dapat dibuktikan dengan apa yang tercatat dalam buku-buku sejarah hidup manusia di abad-abad yang terakhir. Lebih-lebih dapatlah kita saksikan kemajuan hidup dan penghidupan, sesudah drukpres tidak saja digunakan untuk mencetak kitab-kitab ilmu pengetahuan, namun pula untuk melayani hasrat manusia untuk menyiarkan serta menerima segala pemberitaan. Pemberitaan ‘Pres’ itu biasanya mengenai berbagai kepentingan masyarakat pada umumnya, khususnya kerapkali merupakan pembelaan hak-hak rakyat terhadap perlakuan-perlakuan yang melanggar rasa keadilan dan perikemanusiaan. Dengan begitu Pres menjadi pelindung masyarakat, dan oleh khalayak umum dianggap sebagai “Ratu Adil”. Apakah ini yang menyebabkan di negeri- negeri Barat Pres diberi sebutan “Ratu Dunia” ?!.
Seperti kita ketahui perkataan Pres semula dipakai sebagai nama pesawat cetak, kemudian digunakan untuk menamakan sistem pewartaan, baik penerbitan ‘kalawarti’ atau “majalah” maupun “harian”. Terbuktilah disini makin lama besarnya penghargaan masyarakat terhadap Pres, yang tidak saja dianggap sebagai “Penuntut keadilan” sebagai “Ratu Dunia”, namun dapat pula mendesak kedaulatan nama dan arti ,’drukpres’, yang menurut sejarah dianggap sebagai sumber kekuatan yang menyebabkan kemajuan hidup manusia. Orang memberikan nama yang mulia itu kepada sistim pewartaan yang kini disebut ‘Pres’. Dengan begitu seolah-olah orang menganggap sistim pewartaan tadi menjadi sumber kemajuan hidup manusia.
Penjelasan tentang kedudukan Pres di tengah-tengah masyarakat tadi menurut hemat kami perlu diketahui oleh segenap kaum Wartawan. Perlu para jurnalis menginsyafi, bahwa Pres itu dianggap sebagai pelindung rakyat, pembela keadilan, bahwa dapat julukan “Ratu Adil”. Menginsyafi hal-hal itu perlu, agar para wartawan dalam menunaikan kewajiban dapat memakainya sebagai tuntunan atau pedoman.
Dalam hubungan ini ada baiknya saya mengulangi apa yang pernah saya anjurkan di kalangan wartawan di jaman dahulu 40 tahun yang lalu, waktu itu saya masih berlomba-lomba dalam dunia jurnalistik. Anjuran saya ialah supaya kita tak usah meniru tradisi Eropa dengan ikut menggunakan sebutan ‘Ratu Dunia’ ; jangan pula kita menghidupkan sebutan ‘Ratu Adil’ untuk memperlambangkan kedudukan Pres. Perkataan ‘Ratu’ mengandung pengertian konservatif dan feodal dan sangat berjauhan dengan jiwa yang bebas dan demokratis. Lebih baik, demikianlah anjuran saya dulu, kita menggunakan perlambang yang lebih luhur dan indah. Yaitu hendaknya kita memakai julukan ‘Sinar Matahari’ kepada Pres. Sinar Matahari tidak saja menyebabkan terangnya suasana dan musnahnya kegelapan, namun didalam sinar matahari yang berspectrum lima warna pokok itu, terkandung berjenis-jenis daya kekuatan. Ada yang menyuburkan segala benih yang baik dan bermanfaat, ada pula yang mematikan berbagai,’microben’ yang membahayakan kesehatan hidup. Kita semua tahu apa yang disebut warna ‘ultra violet’. Semua itu berlaku dengan sendirinya, karena berupa ‘proses kodrati’.

Tulisan-tulisan Ki Hadjar Dewantara dengan sengaja saya tulis Ulang untuk mengenang bapak pendidikan nasional kita dalam rangka hari pendidikan nasional dan hari kebangkitan nasional.
Salam
Edi Susilo

Senin, 05 Mei 2008

TIPS KESEHATAN

* Musyafa
Dimusim pancaroba seperti ini gangguan kesehatan sering datang menyatroni kita sewaktu-waktu. Flu, batuk, masuk angin adalah sahabat tak diundang yang selalu siap berkunjung. Lalu siapkah kita bergelut dengan semua itu?
Berikut ini kami sajikan beberapa tips yang bisa dilakukan untuk mempetahankan kebugaran. Semoga bermanfaat.

1. Minumlah air, terutama air putih dalam jumlah yang banyak.
Berkisar 2-3 liter sehari atau disesuaikan dengan tingkat aktifitas anda, semakin banyak aktifitas yang menguras keringat maka semakin banyak diperlukan cairan untuk mencegah timbulnya dehidrasi yang salah satu manifestasinya berupa kulit yang kering dan keriput. Selain itu air akan membantu tubuh untuk menguras racun-racun yang dapat menimbulkan kerusakan pada organ tubuh.

2. Jaga kebersihan tubuh dan lingkungan hidup.
Polusi udara oleh berbagai asap dan debu dapat mengganggu fungsi pernafasan yang berakibat tidak terpenuhinya kebutuhan oksigen seluruh organ tubuh terutama otak. Salah satu tanda otak kekurangan oksigen berupa gejala menguap dan mengantuk yang tidak pada waktunya. Untuk itu gunakan masker yang bermutu bila anda berada dilingkungan yang sangat tinggi polusinya.

3. Penuhi kebutuhan gizi secara kuantitatif dan kualitatif.
Jumlahnya cukup dan bermutu tinggi. Jangan salah, bermutu tidak selalu berarti mahal. Dengan back to nature maka sayur, buah dan makanan yang segar menjadi pilihan utama. Ternyata sumber makanan nabati yang berwarna-warni, seperti pelangi mempunyai berbagai khasiat yang menyehatkan.
Hindari makanan dengan kadar lemak tinggi, makanan yang diawetkan, bahan penambah rasa-warna dan zat aditif lainnya, karena terbukti dapat menimbulkan kerusakan dan mempercepat proses penuaan. Proses memasak juga menentukan kualitas zat gizi yang kita konsumsi.
Makanan yang dimasak dengan suhu yang sangat tinggi dan dalam waktu yang lama atau berulang kali dipanaskan hanya menyisakan ampas saja bagi tubuh kita karena zat gizinya menjadi rusak.

4. Olahraga secara teratur.
Terbukti merupakan salah satu kebutuhan pokok bila anda ingin bugar dan sehat. Dianjurkn untuk olahraga 3-4 kali dalam seminggu selama 30 menit setiap kalinya. jangan lupa melakukan pemanasan, latihan inti dan cooling down agar tidak terjadi cedera otot yang berakibat timbul pegal-pegal dan nyeri sendi. Pilihlah olahraga yang sesuai dengan usia dan daya tahan tubuh anda. Bagi mereka yang berusia menjelang lansia tidak dianjurkan olahraga dengan high impact dimana tingkat benturan pada sendi-sendi penopang tubuh cukup tinggi semisal aerobic.
Dengan olahraga aliran darah lancar, kebutuhan oksigen tercukupi, tulang otot terjaga kelenturannya.

5. Istirahat yang cukup dan menghadapi stress dengan cara yang tepat akan turut mempengaruhi kebugaran dan daya tahan tubuh.

MEMBUKA KUNCI ILMU LEWAT BUKU

Oleh : Husni Tamrin

“ Orang yang malas membaca akan dekat dengan kebodohan, dan kebodohan itu sangat dekat dengan kemiskinan.” Begitu pesan salah satu iklan media massa yang di tayangkan berbagai stasiun televisi. Di luar iklan tersebut, kita dapat melihat ada sebuah sinkronisme dari iklan tersebut. Tanpa membaca, maka pengetahuan akan menjadi lebih terbatas dari orang-orang yang gemar membaca. Seperti telah kita ketahui bersama, kebiasaan membaca di kalangan masyarakat Indonesia sangatlah rendah. Bahkan menurut BPS pada tahun 2006, masyarakat kita belum menjadikan kegiatan membaca sebagai sumber utama mendapatkan informasi. Orang lebih cenderung menonton TV ( 85,9% ) dan atau mendengarkan radio ( 40,3% ) dari pada membaca koran ( 23,5% ) ( sumber: www.bps.go.id ). Sungguh ironis melihat bangsa yang telah berusia lebih dari 60 tahun merdeka, menanamkan budaya membaca pun masih saja mengalami kendala. Ada apa dengan masyarakat Indonesia ?
Pertanyaan penting tersebut rupanya sedikit banyak telah menemukan jawaban. Ketiadaan sarana dan prasarana, khususnya perpustakaan yang memadai, ternyata menjadi salah satu kendala pokok dari sekian banyak kendala yang ada. Ditambah lagi jumlah koleksi buku bermutu sangat kurang. Padahal ini merupakan syarat wajib yang harus dimiliki perpustakaan. Bisa dibayangkan, bagaimana aktivitas membaca masyarakat kita tanpa adanya buku-buku bermutu.
Sementara itu, seiring majunya teknologi informasi, masyarakat kita mulai melirik ke arah dunia cyber atau yang sering disebut dunia google. Mulai dari media massa sampai dunia baca-tulis via blog, sepertinya mulai memiliki pengikut cukup banyak dan akan semakin mengglobal. Pemikiran global tersebut memang benar, karena masyarakat dapat memperoleh informasi yang selalu up to date dari seluruh dunia hanya dengan beberapa klik saja. Dengan begitu, posisi buku-buku dan perpustakaan semakin tergeser di mata masyarakat kita.
Kendala yang lain, yaitu kurangnya kesadaran dari diri masyarakat kita akan keuntungan dari membaca. Sebetulnya dengan membaca kita bisa mendapatkan banyak pengetahuan baru yang mungkin tidak kita dapatkan dalam kehidupan kita sehari-hari. Membaca juga mampu merangsang otak agar tetap aktif, karena beberapa bacaan memerlukan konsentrasi yang lebih. Misalnya, ketika kita membaca jurnal ilmiah. Membacapun dapat kita lakukan dimanapun asal situasi mendukung. Akan tetapi, masyarakat kita atau malah kita sendiri merasa heran dan memandang “aneh” ketika ada fenomena orang membaca buku di tempat umum, padahal hal itu sudah menjadi suatu budaya membaca bagi orang tersebut.
Menyadari hal ini pemerintah kita juga telah mengkampanyekan gerakan membaca, dengan harapan pada tahun 2009 mendatang Indonesia bebas dari buta aksara. Dengan demikian, kemiskinan dan kebodohan di bangsa ini berangsur dapat teratasi melalui membaca. Karena membaca adalah kunci ilmu, sedangkan gudangnya ilmu adalah buku..
*Sekretaris Redaksi Majalah PENDAPA Tamansiswa

MAHASISWA BERORGANISASI, MENGAPA TAKUT ?

“Kuliah atau organisasi?” Itulah pertanyaan untuk mahasiswa, Bagi penulis kuliah itu pilihan,begitu pun organisasi.Tak seorang pun berhak melarang apalagi memaksa untuk memilih. Hidup ini sebuah pilihan. Memilih untuk menjadi ‘manusia’ yang peduli akan sesamanya atau menjadi pribadi individualistis adalah hak. Terserah. Dan pasti bahwa orang demokratis akan menghargai pilihan sedang pribadi otoriter melarang iklim kebebasan karena merasa tidak dihargai. Pribadi yang suka memberontak menjadi halangan karena dianggap menghambat. Dan kepuasan pribadi manakala tuntutan mereka dipenuhi,tidak ditentang dan selalu dituruti. Sedang orang yang menganut paham demokratis selalu mengedepankan kebebasan, menghargai perbedaan pendapat dan tidak menang sendiri
. Secara jasmaniah manusia adalah orang-orang bebas yang dapat pergi dan melakukan segala sesuatu yang disukainya,kapan dan di mana saja. Tapi benarkah itu adalah pertanda bahwa manusia adalah orang-orang yang merdeka untuk menentukan jalan sejarahnya masing-masing? Karena kemerdekaan sesungguhnya itu bukanlah kemerdekaan ragawi yang melekat erat pada diri manusia melainkan hanya dapat terwujud ketika manusia telah mampu untuk berpikir merdeka dan bertindak sesuai nuraninya sendiri. Maka memilih menjadi mahasiswa adalah sebuah kebebasan yang terlahir dari kesadaran akan eksistensi pribadi manusiawinya.
Menurut asumsi orang, mahasiswa adalah manusia paripurna yang serba tahu, serba bisa. Namun begitu memasuki dunia perguruan tinggi,yang dikira indah dan penuh misteri ternyata tidak ada apa-apanya. Bagi penulis, kemahasiswaan tidak lebih dari sekedar nama. Memang dalam hal-hal tertentu, diri mahasiswa adalah macam-macam keistimewaan, seperti banyaknya tugas dan persoalan yang harus diselesaikan terutama menyangkut tugas-tugas insan akademis yang sedang menyiapkan diri menjadi sorang cedekiawan
Namun realita berbicara lain. Proses belajar-mengajar di perguruan tinggi justru mengasingkan mahasiswa dengan lingkungan masyarakat. Muncul menara gading. Kuliah yang seharusnya dapat membawa mahasiswa menemukan jati dirinya ternyata menjebakkan mahasiwa dalam sebuah kesenjangan antara tradisi sendiri dengan dunia medernitas. Kuliah pun membuat mahasiswa terpenjara dalam benteng-benteng yang kokoh sehingga mahasiswa tidak dapat melihat realitas dengan jelas. Kuliah mengajarkan mahasiswa harus bertarung untuk saling menaklukkan satu sama lainnya dalam sebuah paradigma hidup yang individualistik dan materialistik. Dan akhirnya kampus ibarat arena pertarungan manusia-manusia yang memburu selembar ijazah sebagai alat legitimasi sosial. Mahasiswa belajar dari atas,tapi bukan dari refleksi kenyataan hidup sehar-hari Memang lahir orang-orang pintar tapi orang pintar yang tidak mengenal masyarakatnya sendiri. Diakui bahwa sistem pedidikan kita adalah sistem pedidikan yang elite yaitu pola pendidikan kolonial Belanda yang ditujukan untuk mengisi jabatan dalam birokrasi pemerintahan.
Usaha dalam proses penyadaran semestinya dilakukan sejak awal dari mahasiswa bahwa bagaimanapun posisi mahasiswa pada suatu saat pasti akan muncul kelompok elite yang akan memperkokoh struktur kekuasaan yang baru. Gerakan intelektual ini harus dijaga kelangsungannya mulai dari pra sarjana sampai pasca sarjana. Dasar utama gerakan intelektual adalah,mengenal masyarakat ,mengikuti perkembangan bangsa dan melakukan komunikasi intelektual dengan sesama serta menyalurkan aspirasi rakyat melalui media yang ada. Jika ini terlaksana maka akan mempertinggi mutu kemahasiswaan dalam keberadaanya secara keseluruann
Menjadikan mahasiswa lebih profesional menuntut susasana akademik yang demokratis, menuntut kebebasan berpikir dan berpendapat tanpa ada unsur birokratisasi. Tanpa kondisi yang obyektif seperti ini justru akan menciptakan generasi penurut dan siap didikte.Iklim kebebasan tetap dijaga, termasuk kebebasan mahasiswa memilih kuliah dan berorganisasi. Kuliah di ruangan kelas, kuliah di organisasi.Hak anda untuk memilih,karena masa depan ada di tangan masing-masing.

Ambros A.Weruin
wartawan LPM PENDAPA Tamansiswa

‘SPG’ DAN ROK MINI

OLEH: Eka Sumaryati

Diantra hilir mudik dan keramaian mol-mol besar selalu tersembul senyum manis. Paras yang ayu, body yang aduhai akan menyapa ramah setiap pengunjung mol. Walaupun terkadang nampak letih tetapi tetap saja pengunjung bisa ‘cuci mata’ dengan sekedar melihatnya. Bahkan karena adanya mereka tidak jarang pengunjung datang hanya sekedar ingin melihat-lihat. Begitu beratinya mereka bagi sebuah mol. Dengan mengenakan seragam yang sudah disediakan oleh mol tempat mereka bekerja mereka mampu mejadi identitas bagi mol tersebut. Mereka adalah Seles Promotion Girl atau sering kita kenal dengan SPG.
Pengunjung mol akan sangat akrap sekali dengan pemandangan rok mini di atas lutut dan juga make up tebal yang menghiasai wajah. Hal tersebut bukan sebuah kesamaan yang tidak disengaja. Serentetan persyaratan untuk menjadi SPG memag telah ditentukan oleh pihak pemilik MOL. Bisa dikatakan untuk bisa menjadi seorang SPG mol tidak harus pandai akan Jual-beli namun cantik, menarik, dan memiliki ukuran tubuh yang porposional justru merupakan syarat utama. Sehingga tidak heran jika ada yang kesulitan mencari SPG yang ‘tidak menarik’.
Nanang Rekto Wulangaya S.Pd, CDAC, seorang konselor dan pengamat sosial menuturkan “Menjadi seorang SPG itu tidak mudah, ukuran tubuhnya harus proporsional. Antara ukuran payudara dan panggul itu juga menjadi pertimbangan, dan sebelum menjadi SPG mereka harus tanda tangan kontrak bahwa mereka bersedia mengenakan rok mini”. Ironis memang, ketika SPG dimanfaatkan sebagai sebuah daya tarik. Memajang mereka di tiap pojok-pojok counter barang. Apakah hal semacam ini yang diinginkan oleh pihak mol?
Ketika disinggung mengapa harus memakai busana seragam yang sedemikian itu, banyak mol yang berdalih itu semua merupakan wujud ke-universalan. Memang tidak bisa dielakkan bahwa dunia industri kita memang berkiblat pada barat. Dan tidak bisa disalahkan jika hal tersebut terjadi. Namun haruskah selamanya dan seterusnya dunia bisnis mol kita selalu mengkiblat pada barat. Tidak bisakah budaya dan adat ketimuran kita memberikan sumbangsih untuk kemajuan dunia bisnis mol kita. Para pemilik mol yang menerapkan sistem seragam ‘rok mini’ harusnya sedikit banyak mempertimbangkan nilai-nilai budaya. Jika hal ini tidak dilakukan kapankah budaya kita akan menjadi budaya yang universal ketika pemiliknya sendiri enggan meliriknya.
Perlu diingat bahwa mol dewasa ini bukan hanya sekedar bisnis biasa, namun telah menjelma menjadi wajah suatu kota. Ketika disebutkan kota Yogyakarta maka akan segera teringat ‘Malioboro’, Jakarta dengan ‘Plaza Senayan’ dan sebagainya. Dengan kesadaran yang demikian hendaknyalah dunia bisnis mol tidak seterusnya berkiblat pada barat, namun perlahan menggunakan tolak ukur budaya sendiri.
* Pemimpin Redaksi Buletin PENDAPA News

DAN ALAMPUN HENDAKLAH DISYUKURI

* Ibenzani hastomi
Suasana ramai sudah terlihat di Desa Pendoworejo, Girimulyo, Kulon Progo pada Rabu (5/3). Tidak seperti biasanya, sejak pagi hari para ibu sibuk menyiapkan tenong-tenong (tempat nasi_red) untuk diisi nasi beserta lauk pauknya. Sementara itu di tepian Bendung Kayangan yang lokasinya tak begitu jauh dari desa, sejumlah pemain jathilan dari grup kesenian Sri Mekar Sidolaras sudah bersiap untuk unjuk kebolehannya dalam memainkan atraksi jaran kepang. Sedangkan pengunjung yang mulai memadati kawasan itu terlihat sudah tidak sabar menanti dimulainya acara. Ya, pada hari itu akan diadakan upacara adat Saparan Rebo Pungkasan di Bendung Kali Kayangan, acara tersebut terdiri atas 2 acara inti yaitu Ngguyang Jaran Kepang dan Kembul Sewu Dulur.
Menurut Sri Mulyono, pemangku adat Desa Pendoworejo sekaligus ketua panitia acara, upacara adat yang mulai tahun lalu diaktualisasikan kembali atas kerjasama Komunitas Kampung Budaya Menoreh dengan penduduk Desa Pendoworejo ini adalah sebagai bentuk ungkapan syukur atas rahmat yang telah diberikan oleh Allah SWT. Seperti, dengan adanya Kali Kayangan memungkinkan penduduk Pendoworejo bisa mengairi lahan pertaniannya tanpa harus khawatir kekurangan pasokan air, tanaman pun tumbuh dengan subur sehingga hasil panen melimpah ruah. Dan sebagai wujud syukur, setiap hari Rabu terakhir di Bulan Sapar penduduk mengadakan tasyakuran bersama di tepi Bendung Kayangan, sebab di bulan itu biasanya penduduk telah menyelesaikan proses tanam. Dengan kata lain upacara ini dilaksanakan sebagai rasa syukur telah selesai menanam.
Ditambahkan Pak Mul _demikian sapaan akrabnya_ selain bercocok tanam, mata pencaharian penduduk di desa ini adalah sebagai pemain jathilan sehinnga prosesi tasyakuran tidak jauh dari atraksi jathilan yang tentunya sudah membumi di daerah itu. Sebut saja prosesi Ngguyang Jaran Kepang yang menyimbolkan penyucian atau pembersihan diri setelah selesai menanam, dan bagi yang mempercayainya, prosesi itu dapat memperlancar job para pemain jathilan. Puncak dari acara ini adalah do’a bersama dilanjutkan dengan Kembul Sewu Dulur, disini semua yang hadir akan diajak bersama-sama memakan nasi dan lauk yang telah disiapkan penduduk, tanpa membedakan apakah mereka datang dari kalangan atas maupun kalangan bawah, semuanya membaur menjadi satu.
Upacara adat Saparan Rebo Pungkasan ini menjadi oase di tengah maraknya bencana yang disebabkan oleh keserakahan manusia terhadap pengelolaan alam di negeri ini. Hanya demi mengejar keuntungan finansial manusia mengeksploitasi alam secara berlebihan, mereka tebangi hutan dengan semena-mena, dan lebih parahnya lagi mineral yang ada di bumi ini mereka kuras sampai habis. Dalam benak mereka alam tak ubahnya seperti seorang budak yang bisa diperlakukan seenaknya, padahal tanpa mereka sadari alampun bisa murka apabila kita sakiti. Akibatnya, bencana tak hentinya melanda beberapa daerah di negeri ini, tak jarang orang yang tidak berdosalah yang kemudian menjadi korbannya.
Agaknya kita harus bercermin pada masyarakat Pendoworejo ini, pola kehidupan mereka yang dekat dengan alam menjadikan alam sebagai sumber kehidupan yang harus disyukuri. Melalui alam-lah mereka bercocok tanam, dan dengan air yang terkandung di alam itulah mereka mengairinya sehingga tanamanpun tumbuh dengan subur. Kehidupan yang menyatu dengan alam itulah yang memungkinkan terjadinya simbiosis mutualisme antara manusia dengan alamnya. Di satu sisi manusia dapat memanfaatkan kekayaan alam secara berimbang dan di sisi lain kelestarian alam tetap terjaga.
* Reporter LPM PENDAPA Tamansiswa

Tulisan ini pernah dimuat di Buletin Pendapa News

Jurnalisme

* Engkos Kusnandi

Pertanyaan untuk apa jurnalisme itu ada dijawab oleh Bill Kovack dan Tom Rosenstiel dalam bukunya sembilan Elemen Jurnalisme disana terurai beberapa contoh dan kasus seperti yang terjadi di Polandia dan di negara-negara demokrasi bahwa jurnalisme hadir untuk membangun kewargaan (citizenship), jurnalisme hadir untuk memenuhi hak-hak warga negara untuk demokrasi, jutaan orang yang terberdayakan arus informasi bebas, menjadi terlibat langsung dalam menciptakan pemerintahan dan peraturan baru untuk kehidupan politik, sosial, dan ekonomi negeri mereka. Beda dengan Amerika Serikat yang katanya sekitar setengah abad terakhir ini pertanyaan itu tak dilontakkan lagi baik oleh warga negara maupun wartawan(Journalist). Siapapun bisa menghasilkan jurnalisme, jurnalisme yang selalu berubah kecepatan, teknik, karakter pengiriman berita, tori dan filosofinya. Yang pasti tujuan utama jurnalisme adalah menyediakan informasi yang dibutuhkan warga agar mereka bisa hidup merdeka dan mengatur dirinya sendiri atau kata Ki. Hadjar Dewantara dengan Zelpfbeschikking Rich. Dalam filosofinya Ki. Hadjar memilih tidak menggunakan istilah ‘Ratu Adil’ ataupun ‘Ratu Dunia’ bagi Pers/Jurnalisme tapi dengan Sinar Matahari “...............perlambang yang lebih luhur dan indah. Yaitu hendaknya kita memakai julukan ‘Sinar Matahari’ kepada Pres/Pers. Sinar Matahari tidak saja menyebabkan terangnya suasana dan musnahnya kegelapan, namun didalam sinar matahari yang berspectrum lima warna pokok itu, terkandung berjenis-jenis daya kekuatan. Ada yang menyuburkan segala benih yang baik dan bermanfaat, ada pula yang mematikan berbagai,’microben’ yang membahayakan kesehatan hidup. Kita semua tahu apa yang disebut warna ‘ultra violet’. Semua itu berlaku dengan sendirinya, karena berupa ‘proses kodrati’ .“ (baca : Sisipan tentang Pengajaran Kepandaian dalam Tamansiswa). Beliau beralasan bahwa Perkataan ‘Ratu’ mengandung pengertian konservatif dan feodal dan sangat berjauhan dengan jiwa yang bebas dan demokratis. Pelajaran berharga dari seorang tokoh yang pernah mendapat berbagai gelar seperti Ketua Kehormatan PWI (Persatuan Wartawan Indonesia pada 24 April 1959) dan pemegang Bintang Maha Putera kelas I (17 Agustus 1960), Satya Lencana Kemerdekaan (20 Mei 1961) yang pada 28 November 1959 dianugerahi gelar Pahlawan Kemerdekaan Nasional oleh Pemerintah RI dan hingga kini hari lahirnya 2 Mei dijadikan Hari Pendidikan Nasional.
Sejatinya media membantu mendefinisikan komunitas kita, menciptakan bahasa yang dipakai bersama dan pengetahuan yang dipakai bersama. Media dapat mengangkat berita kepahlawanan, perang dan tingkat kejahatan diluar pandangan mata kasat kita dari yang baik-baik sampai yang busuk sekalipun, hal senada pernah ditulis Tri Suparyanto salah satu pendiri Majalah Pendapa yang mengkritik bahwa pers tak lebih dari sebuah “Pembungkus” membungkus yang busuk menjadi wangi, yang tidak menarik menjadi menarik, yang kecil menjadi besar, yang sederhana menjadi rumit dan selalu membungkus kemunafikan-kemunafikan yang akhirnya hal tersebut tergantung siapa yang membungkus dan untuk siapa dan untuk kepentingan apa bungkusan itu (Pendapa No.7 Thn II Januari-Pebruari 1991) . Definisi jurnalisme itu memang beragam, terus dikaji ulang, di redefinisi dan direformulasi daru zaman doeloe sampai zaman kiwari.
Amerika ya..... Amerika sangat beda dengan Indonesia yang sedang dalam masa eksperimen demokrasi untuk kesekian kalinya, beda latar belakang dan beda struktur, kultur kehidupan berbangsa dan bernegara yang membuat perbedaan yang mendasar. Di AS ada yang namanya Amendemen Pertama tentang Kemerdekaan Pers dan di Indonesia sekarang ada Undang-Undang No 40 Tahun 1999 tentang Pers, dari itu pula yang paling penting menurut saya keterlibatan publik dalam saling menjaga aset demokrasi ini (teori keterkaitan publik) hingga setiap goresan tinta sang jurnalis benar-benar bisa membawa bangsa ini besar dan berjaya.
Pergeseran yang terjadi dinegeri ini memang sama dengan yang ditulis Bill yaitu pertama, sifat terknologi baru seperti internet yang telah memisahkan jurnalisme dari geografinya bahkan kehidupan politik dan kemasyarakatan, kedua, globalisasi dan ketiga, yang menggerakan jurnalisme pasar adalah konglomerasi. Maka dari itu diera demokrasi digital seperti sekarang ini, dengan banyaknya penggunaan teknologi informasi kelas tinggi banyak manfaat yang dirasakan untuk jalannya proses demokratisasi satu contoh proses pemantauan Pemilu atau Pemilihan Presiden.
Indonesia dalam massa transisi demokrasi sekarang ini tidak luput dari hal itu, kebebasan yang baru mendapatkan tempat dan arenanya terus mengundang tanya dan kekhawatiran sejumlah orang, wajar mungkin dengan mempertimbagkan kompleksitas problem yang sedang dialami bangsa besar ini, ketakutan akan disintegrasi, separatisme dan kekhawatiran terbongkarnya korupsi yang pernah dilakukan membuat banyak pendapat dan tindakan yang tidak rasional dan tidak etis ditujukan bagi pers dan para jurnalis. Tapi ketika itu menjadi hal yang tidak terkontrol dan anarkhis serta tidak beretika bahkan mengesampingkan nilai-nilai kemanusiaan mejadi momok dan runtuhnya citra yang baru akan dibangun itu ; Kehawatiran yang berlebihan, tidak rasional dan sporadis bahkan kalau bisa dibilang ‘konyol’ bagi mereka yang mengindahkan kebebasan pers.
Kini posisi pers mahasiswa menurut saya mempunyai kewajiban yang besar dalam memberikan pemahaman yang benar pada publik (Masyarakat), para segenap pemirsa dan pembacanya hingga gembar-gembor kebebasan pers yang diteriakan baik oleh Dewan Pers, Serikat Pekerja, PWI dan organisasi sejenis, Perusahaan Pers, AJI (Aliansi Jurnalis Independen) dan Media Watch dan elemen pro kebebasan pers lain dapat dicerna, dipahami oleh masyarakat maksud dan tujuannya. Pers mahasiswa yang tidak hanya menjadi laboratorium jurnalistik, atau hanya menjadi pers komunitas, tapi bisa memberikan pemahaman yang benar bagi pertumbuhan pers Indonesia (baca ; Sejarah Panjang Pers Indonesia). Kesadaran yang dicapai baik oleh jurnalis dan masyarakat harus terus didukung dengan kritis dan kepekaan para mahasiswa dalam menangkap setiap setting agenda dan frame media dibalik kebijakan editorial (editorial policy) yang beragam itu. Terjadinya blocking cpace (dimedia cetak), blocking time (dimedia penyiaran) dan adanya pengaruh kekuatan pasar (geschaft presse) serta adanya pengaruh ideologi yang dianut media (gesinnungs presse) yang terkadang terjadinya tindakan dukung-mendukung apalagi menghadapi pemilu, banyak partai yang mencari dukungan pers (party directed press) atau party bound press /pers menjadi alat, suara partai. Apalagi mendekati Pemilu 2004 yang tinggal hitungan hari dapat dimonitor dan terperhatikan dengan baik perkembangannya. Terciptanya kualitas pers yang baik (quality press,prestigeous press) benar-benar muncul di Indonesia, sehingga sindiran Jacob Oetama bahwa pers berkomunikasi dengan masyarakat tidak tulus menjadi warning bagi pers .
Dengan berpegang teguh pada prinsif jurnalisme universal diharapkan tingkat independensi media pers disertai dengan profesionalisme memahami akan norma-norma etika yang dipegangnya. Harapan hubungan yang dewasa dan harmonis dalam mensikapi setiap karya jurnalistik yang membuat pers makin dewasa dan semakin mengerti apa sesungguhnya yang diharapkan publik akan media (baca ; Mengingatkan Pers dengan Etika). Sembilan elemen jurnalisme yang dicatat Bill dan Tom seperti kewajiban pertama jurnalisme adalah pada kebenaran, loyalitas pertama jurnalisme kepada warga, intisari jurnalisme adalah disiplin verifikasi, menjaga independensi terhadap sumber berita, jurnalisme harus berlaku sebagai pemantau kekuasaan, jurnalisme harus menyediakan forum publik untuk kritik maupun dukungan warga, jurnalisme harus berupaya membuat hal yang penting, menarik dan relevan, jurnalisme harus menjaga agar berita komprehensif dan proporsional dan yang terakhir harus mengikuti hati nurani. Dengan tidak mengekor, hal itu pula sejalan dengan kode etik wartawan Indonesia yang menjadi tumpuan anak negeri ini.
Karya Jurnalistik bukan karya para malaikat, melainkan karya journalist (wartawan) yang juga manusia yang kadang salah, perlu cara dan waktu menegakan tiang the fourth estate (kekuasaan keempat) sebagai pilar demokrasi ini. Sehingga penampakan pers bebas (free press) dapat diterima sebagai sebuah kebutuhan pokok yang sama halnya dengan kebutuhan sandang pangan. Dengan demikian nunculnya budaya kekerasan (violent culture) seperti penganiyayaan, penculikan, pembunuhan terhadap wartawan dan pengrusakan kantor redaksi media tidak terjadi lagi. Yang pokok pers Indonesia harus tetap berpihak pada bangsa dan negara menjaga tali keutuhan bangsa dan tanah Nusantara ini.
Semoga ungkapan Karl Klaus seorang pakar politik dan pers dari Wina bahwa keberadaan pers lebih dahulu dari pada keberadaan dunia (in the begining was the press and then the world appeared) dapat diterjemahkan oleh anak negeri ini sampai tuntas. Teori yang terhenti pada ranah tekstual tapi dapat diambil hikmah dan sarinya bagi umat manusia.

* Atikel ini pernah di publikasikan di MAJALAH PENDAPA Tamansiswa

Laboratorium; Si Anak Tiri Di Sudut Kampus UST

Bangunan itu tidak jauh dengan kampus FKIP, di persimpangan jalan, dekat dengan perkampungan para penduduk. Kalau kita menyusurinya, kita tidak akan mengeluarkan keringat. Itulah laboratorium PKK. Laboratorium yang menjadi salah satu pendukung kegiatan perkuliahan bagi Program Studi PKK. Aset UST yang satu ini telah lama menjadi penyokong kegiatan praktek para mahasiswa Pendidikan Kesejahteraan Keluarga, aset ini seolah-olah hanya menjadi aksesoris jurusan tersebut. Mengapa dikatakan demikian? Tentunya kita mempunyai bayangan sendiri tentang itu. Berdasarkan penelusuran kami selama ini, laboratorium itu sangat kotor dan jorok bahkan dari jendela luar kelihatan berdebu. Kurang layak pakai. Dan yang lebih parahnya lagi, papan identitas labotatorium itu tidak ada sama sekali. Padahal sebuah papan nama tentunya sangat penting untuk mempermudah mengenal alamat dan untuk menunjukan bahwa asset penunjang pembelajaran itu adalah milik UST. Itu baru terlihat dari luarnya aja. Dalamnya pun tak jauh berbeda dengan penampakan luarnya. Seperti yang diungkapkan salah satu mahasiswa PKK bahwa kalau di dalam ruangan yang berukuran lumayan besar itu, tak ubahnya seperti gudang yang berisikan perlengkapan tata busana maupun tata boga. Tapi Yang lebih parah lagi kondisi peralatan yang ada disana kurang memenuhi standar lagi. Banyaknya perlengkapan yang sudah rusak menyebabakan ke kurang optimal-an pemakaiannya. Mahasiswa sangat mengeluhkan hal tersebut.
Tidak terurusnya sarana belajar ini salah siapa? Tentunya banyak pihak yang terkait akan keteledoran itu. Kekurang perhatian itu tentunya tidak terlepas dari peran Fakultas yang membawahinya walaupun otoritasnya itu merupakan kebijakan dari program studi yang terkait. Seperti yang diungkapkan oleh Dekan FKIP bahwa masalah itu menjadi tugas para ketua program studi. Optimal tidaknya itu menjadi kewenangannya. Tapi memang tidak terawatnya itu juga tak bisa terlepas dari masalah ‘Finansial’ seperti yang diungkapkanya pada PENDAPA.
Tidak terawatnya fasilitas itu tentu menyebabkan dampak yang cukup signifikan. Ke-ngerian mahasiswa akan biaya pedidikan yang terus menerus meningkat sesuai dengan meningkatnya BBM akan menggambarkan betapa terjepitnya mahasiswa dengan skala penghasilan orang tua yang pas-pasan dengan kondisi saat ini. Laboratorium yang seharusnya dapat membantu mahasiswa yang belum bisa membeli peralatan baik busana maupun boga selayaknya dapat mempergunakan perlengkapan yang ada di laboratorium itu sebagai wahana pembelajaran dengan kondisi laboratorium yang seperti itu, bagaimana jadinya?.
Mengurai keteledoran itu semua, Seperti yang dikonfirmasi kepada PENDAPA, bahwa Dekan sendiri akan melihat dan berusaha mengoptimalkan kembali tentunya dengan pem fasilitasan yang layak pakai. Tapi dengan skala yang bertahap. Tidak langsung semuanya di perbaiki. Apalagi mengingat banyaknya program-program kedepan yang akan di laksanakan. Menurut Tarto Sentono kampus kita merupakan kampus yang ‘sederhana’ dalam kontek segala fasilitasnya termasuk laboratorium seharusnya layak pakai. Bukan berarti sederhana itu jelek, kotor, dan tidak layak pakai. Sebagai mana sesuai dengan fungsinya laboratoium sebagai tempat praktek pembelajaran materi yang diberikan dosen dikelas. Namun kalau melihat labortorium tersebut sepatutnya pihak kampus perlu membenahi agar mahsiswa tidak merasa dirugikan pasalnya mahasiswa sering antri atau bergiliran karena walaupun disitu ada fasilitasnya namun kelayakan pakainya masih tanda tanya.
Dengan adanya pembenahan aset-aset kampus diharapkan tidak ada lagi pihak yang dirugikan terutama mahasiswa dan hal itu bisa meningkatakan keterampilan mahasiswa tersebut biar kelak kalau sudah lulus mereka tidak kaget dengan ketatnya persaingan didalam etos kerja. Apalagi mengingat juga bahwa program seperti PKK lebih menonjol kearah kompetensi.
Kejadian yang sama juga dialami oleh Program Studi Teknik. Kekurang perhatian dari instansi terkait menyebabkan laboratorium ini seolah-olah kaku dan bisu. Disekeliling bangunan itu tampak rerumputan yang berdiri tinggi menjulang dan terkesan tidak ada penghuni. Papan nama yang sudah lama namanya hampir hilang karena berkarat dan juga bangunannya yang tampak tersudutkan menjadikan laboratorium ini jauh dari jangkauan umum. Seperti yang diungkapkan mahasiswa teknik bahwa laboratorium itu belum sepenuhnya berjalan dengan baik. Ibarat perbandingan, bisa dibayangkan seperti 70 : 30 (dalam persen-red). “Tapi sekarang mungkin laboratorium teknik mungkin bisa lebih baik lagi. Ini karena laboratorium itu mendapat bantuan dari Toyota yang berupa mesin-mesin. Cukup menggembirakan bagi fakultas yang notabenenya besar dalam kuantitasnya” Ungkap Tarto Sentono. Bantuan itu katanya lagi kalau di nominalkan cukup besar yaitu sekitar Rp 60.000.000 (enam puluh juta rupiah-red).
Bantuan yang cukup besar ini tentunya membuat kepuasan tersendiri bagi UST . Artinya kepercayaan mulai mengalir. Tapi bukan berarti UST telah sangat optimal bersaing dalam meningkatkan mutu, malah ini bisa menjadi ancaman kedepan. Dalam artian Bantuan berhasil diraih pasti membutuhkan balance dari pengelolaanya agar tidak mengecewakan para donatur. Ini harus menjadi prioritas ke depan agar UST lebih berkembang.
Tapi diakui juga oleh Dekan FKIP Tarto Sentono bahwa memang masih ada yang kurang optimal dalam laboratorium teknik itu sendiri. Kekurang optimalan itu bisa ditunjang dari berbagai aspek. Tapi menurut beliau lagi, itu akan ditinjau ulang agar aset-aset yang sudah ada menjadi penunjang pembelajaran dan mampu meningkatkan minat bagi UST. Dari minat ini nanti nya akan menghasilkan kuantitas yang bagus serta kualitas yang lebih berguna lagi.
Laboratorium bahasa Inggris tak kalah tertinggalnya dari laboratorium-laboratorium UST yang lain. Laboratorium ini cukup penting bila kita hubungkan dengan prospek peolehan mahasiswa baru kedepan. Pendidikan Bahasa Inggris adalah salah satu program studi yang selalu meraup mahasiswa baru yang cukup banyak. Dengan keadaan laboratorium yang terbengkalai (lantai pecah dan peralatan banyak rusak, red.) tentunya akan mengurangi kepercayaan masyarakat. Selain hal itu sangat mengaggu kegiatan belajar mengajar. Banyaknya peralatan yang rusak menyebabkan jumlah peserta kuliah (listenig, red) tidak seimbang dengan daya tampung laboratorium. Maka antrian panjang pun tak bisa dihindari.
“Saya itu sangat bingung lho mas kalau pas kuliah listening, pasalnya kadang saya masuk jam ke 1 tapi kebagiannya jam ke 2 padahal di jam itu saya ada mata kuliah lain yang tak kalah pentingnya untuk diikuti” Ungkap salah seorang mahasiswa kepada PENDAPA.
Nah disini kita bisa mengerti betapa pentingnya sebuah laboratorium guna penunjang dalam pembelajran. Tentunya juga mahasiswa berharap agar laboratorium-laboratorium itu segera di benahi terlebih dahulu dibanding memulai kearah yang lebih baru lagi.
Sebuah laboratorium tentunya akan sangat bermanfat bagi yang memakainya bila memadai dan terawat sehingga kondisi ruangn nyaman dan kondusif untuk kegiatan perkuliahan. Kalau hal tersebut tidak memenuhi akan sangat bedampak pada mahasiswa sendiri kadang ada mahasiswa yang terpaksa tidak bisa ikut kegitan perkuliahan karena tidak kebagian kursi duduk. Dan yang perlu diperhatikan lagi adalah mengenai pengadaan fasilitas yang cukup memadai untuk menunjang proses perkuliahan, hal ini sangat diperlukan dan merupakan hak mahasiswa untuk mendapat fasilitas agar semua materi yang disampaikan dapat diserap. Mengingat laju perubahan jaman yang dinamis sehingga menuntut kita untuk bisa menguasai keterampilan untuk menjawabnya maka kita memerlukan sebuah laboratorium sebagai tempat mengasah keterampilan tersebut. Dan kita berharap dengan adanya laboratorium kita bisa lulus dari kampus kita dengan keterampilan dan kompetensi yang cukup memadai. Tidak terlepas dari hal tersebut diperlukan juga semangat belajar yang tinggi dari mahasiswanya sendiri. Pihak kampus seharusnya lebih merefleksikan asset- aset yang ada sebelum memfokuskan pada rencana pengembangan ke tahap berikutnya. Asset-aset yang sudah ada justru harus di benahi lebih dulu supaya bisa menekan perspektif negatif bagi sebuah Perguruan Tinggi yang sudah cukup mengakar di kota pendidikan ini.


Artikel ini pernah dimuat di Fokul PENDAPA news oleh Melki, N’dang & Ahmad

IYA THO AKU MAHASISWA???

Oleh; Edi Susilo

Berbicara tentang mahasiswa kita tidak akan lepas dari sebuah jargon “Perubahan” yang selama ini selalu sebagai garda depan pendobrak segala bentuk perubahan di negeri ini. Namun pada akhir-akhir ini jargon tersebut sepertinya sudah mulai asing di telinga kita. Sekarang mahasiswa hanyalah “Sekedar bahasa gaul yang tanpa makna” . Kalau kita mau bicara jujur sebenarnya kehidupan mahasiswa sekarang justru mengasingkan mahasiswa dengan apa yang disebut dengan mahasiswa sendiri. Kuliah yang seharusnya membawa mahasiswa menemukan jati dirinya ternyata menjebakkan mahasiwa dalam sebuah kesenjangan.
Sedikit contoh kecil saja yang bisa kita ambil pelajaran darinya pada saat terjadi gempa 27 Mei 2006 di Jateng dan DIY lalu, ketika masyarakat benar-benar dalam keadan yang sangat membutuhkan uluran tangan kita. mereka yang selama ini dengan bangga berkata kepada semua orang “aku pelajar jogja, aku mahasiswa jogja, inilho aku hebat kuliah dikota pelajar” dengan perasaan tanpa berdosa sedikitpun mulai angkat kaki satu persatu dari kota pelajar dengan beragam alasan. Inikah hasil penggodokan generasi bangsa. hanya diwaktu senang dan bahagia mereka ada! sungguh ironis saat semua hancur tinggal puing-puing, mahasiswa berlenggang pergi. Memang kita juga tidak boleh munafik dan bahkan mungkin masih bisa sedikit tersenyum dan berterima kasih kepada sebagian kecil kawan-kawan mahasiswa dan pelajar yang dengan ikhlas mau bertahan dikota ini yang telah rela menjadi relawan membantu masyarakat dengan sekuat tenaga tanpa mengenal lelah, saling bahu membahu berusaha membangun kembali kehidupan kota ini. Seharusnya seorang mahasiswa bukan hanya hebat diatas pena, dan juga bukan pengecut yang hanya bisa berteriak di bawah bayang semu statusnya.
Kuliah pun membuat mahasiswa terpasung dalam diafragma kekaburan dan kamuflase maya sehingga mahasiswa tidak dapat melihat realita didepan mata dengan jernih. Kuliah kini hanya mengajarkan mahasiswa dalam sebuah paradigma hidup yang individualistik dan materialistik. Dan akhirnya kampus benar-benar menjadi arena pertarungan manusia-manusia yang hanya memburu selembar ijazah sebagai alat legitimasi sosial. Mahasiswa bukan belajar dari refleksi kenyataan hidup sehar-hari melainkan pola-pola egoistik yang hanya mementingkan diri sendiri sehingga menciptakan jenius-jenius yang tidak mengenal masyarakatnya sendiri. Kita harus jujur bahwa sistem pedidikan kita adalah sistem pedidikan feodal.
Cara berpikir yang apatis, membuat mahasiswa kurang bergairah dalam berorientasi dalam menemukan jatidirinya. Mahasiswa hanya berpikir datang ke kampus, pulang, makan dan tidur.Pokoknya bagaimana cepat lulus meski tidak balance dengan pengetahuan yang diperolehnya. Padahal kesemuanya itu adalah penjajahan secara idiologi dan nurani. Saatnyalah mahasiswa bangkit dan bergerak dari keterpurukan dan mencoba 'melek' terhadap fenomena sosial di sekitarnya, untuk itulah seyogyanya keberadaan lembaga formal kampus dapat menjadi tempat untuk menyuarakan aspirasi sekaligus sebagai pembentuk identitas diri kita sebagai mahasiswa.
Sebagai akhir dari tulisan ini, saya mencoba mengajak semuanya marilah kita kembali merenungkan dan merekonstruksikan kembali, sebenarnya makna apa yang tersirat dan tersurut dari status kita sebagai mahasiswa. Haruskah kita diam ditempat dengan bahasa gaul yang kini sudah tak bermakna ini atau kita mencoba menggurat lembaran sejarah baru serta mencoba menorehkan sehingga kita dapat menemukan arti sejati dari diri kita.

Mencari Ruh Pendidikan Indonesia

Oleh: Ahmad Saleh Muslimin

Pendidikan adalah suatu proses di mana suatu bangsa mempersiapkan generasi mudanya untuk menjalankan kehidupan dan untuk memenuhi tujuan hidup yang efektif dan efisien. Pendidikan itu lebih dari sekedar pengajaran, membina dan mengembangkan kesadaran diri di antara individu-individu
– Prof. Dr. Azyumardi Azra

Pernahkah Anda melakukan perenungan sekali saja tentang pendidikan di Indonesia atau sekedar membuat komparasi perjalanan pendidikan Indonesia dari periode ke periode? Mungkin ada sebagian dari kita melakukan itu. Sebuah perenungan yang bukan saja dilakukan oleh para pemikir pendidikan bahkan juga elemen masyarakat di grass root sebagai bagian integral yang turut membentuk citra pendidikan di Indonesia. Sepintas lalu kita boleh jadi mengatakan, secara lokal partikular di tempat kita berdomisili, semua proses pendidikan berlangsung wajar. Namun tak dapat kita pungkiri saat kita melihat pemberitaan di media massa ternyata masih banyak masyarakat yang belum tersentuh pendidikan atau kita boleh menyebut mereka sebagai yang termarjinalkan dari hak-hak memperoleh pendidikan. Gambaran tersebut, mungkin dalam pemahaman saya, hanya satu dari sekian banyak potret buruk pendidikan Indonesia yang kalau disebutkan satu per satu akan membuka ‘aib’ entitas pendidikan di negara kita.
Berbagai masalah berdatangan menyapa pendidikan Indonesia. Pertama, dan menyolok, sebagai contoh, standar pendidikan di Indonesia tidak mampu memberikan feedback sebagai output pembelajaran bagi mereka yang sudah menamatkan pendidikannya. Sebagai bukti angka pengangguran membludak bahkan hingga puluhan juta. Data belakangan tahun ini, dikeluarkan oleh presiden SBY dalam pidato tahunannya, menunjukkan angka pengangguran di Indonesia mencapai kurang lebih sebelas juta jiwa. Menurut presiden, angka itupun sudah lumayan lebih baik dari tahun-tahun kemarin. Tetapi lagi-lagi, bahasa rakyat berteriak, pengangguran tetap pengangguran. Kita bicara soal angka sebagai realitas. Ironisnya pengangguran kebanyakan berasal dari mereka yang mengenyam pendidikan hingga perguruan tinggi. Ternyata pendidikan Indonesia belum mampu memandirikan manusia-manusia Indonesia. Kedua, hal yang menyangkut persoalan kurikulum pendidikan Indonesia. Kurikulum dibuat bukan untuk memenuhi kebutuhan sang siswa tetapi sekedar mengejar target yang ingin dicapai pemerintah tanpa mempertimbangkan aspek baik buruknya kurikulum tersebut ketika akan diterapkan. Bahkan yang terjadi Kurikulum senantiasa berganti-ganti. Setiap pergantian menteri ‘baju’ kurikulum kita ikut-ikutan ganti. Sampai-sampai Hasan Pora, dalam bukunya Selamat Tinggal Sekolah, berujar bahwa kurikulum akan diubah bila menteri pendidikan lengser. Terkait soal kurikulum tersebut, kita mempunyai nomenklatur yang cukup banyak untuk menyebut kurikulum antara lain Kurikulum CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif), Kurikulum 1994, Kurikulum 2004, dan, yang lagi in, KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan). Tak tanggung-tanggung untuk perumusan sekian kurikulum tersebut serta aplikasinya ke sub institusi pendidikan di daerah mampu menyedot dana milyaran rupiah namun hasil nihil –biaya operasional lebih besar dari hasil yang ditawarkan. Ketiga, Pemerintah hanya terkonsentrasi pada penambahan jumlah unit sekolah sebagai representasi institusi pendidikan. Yang terjadi adalah lembaga pendidikan di negara kita tidak tertata dengan baik. Sekolah-sekolah banyak berdiri di mana-mana, khususnya di daerah perkotaan. Bahkan di satu wilayah yang berdekatan, sekolah misal SD –SMP bahkan SMA– terdapat dua sampai tiga sekolah sekaligus (maksud saya dua atau tiga sekolah SD, SMP, dan SMA). kenyataan ini tidak memperlihatkan adanya aturan yang baik dalam pemberlakuan pendirian institusi pendidikan. Pendirian ini, menurut hemat saya, hanya menambah biaya operasional pendidikan pemerintah tanpa memperhatikan kualitas produk lembaga pendidikan itu. Banyak sekolah berdiri tapi sayang tidak diimbangi dengan peningkatan mutu pendidikan. Sebagai solusi antitesisnya, alangkah baiknya pemerintah memperbanyak institusi di daerah pedalaman yang hampir tidak tersentuh pendidikan. Bahkan kalau perlu untuk menjangkau akses pendidikan ke masyarakat-masyarakat tersebut pemerintah boleh mendirikan lebih dari satu sekolah. Sehingga semua masyarakat merasakan nikmat memperoleh pendidikan. Sudah saatnya pemerintah merealisasikan utang-utang lamanya –program WAJAR (Wajib Belajar) 9 Tahun– kepada seluruh masyarakat Indonesia tanpa kecuali.
Agaknya untuk mendaftarkan dan mendiskusikan berbagai permasalahan pendidikan Indonesia tidak akan cukup hanya dengan satu artikel pendek ini. Yang jelas tiga hal tadi bisa bertambah tergantung dari segi mana Anda memandangnya. Satu hal yang menjadi impian kita bersama adalah pemerintah mau melihat kekurangan ini sebagai cambuk yang mengingatkan mereka akan tugas-tugas mereka memformulasikan pendidikan Indonesia yang baik. Menata ulang definisi pendidikan adalah hal yang, tidak bisa tidak, pemerintah harus lakukan. Pendidikan yang oleh Prof. Azyumardi bertumpu pada perhatian generasi-generasi penerus yang kedepan akan membangun bangsa ini. Mau tidak mau, yang muda-muda-lah yang akan memerintah nantinya. Untuk memerintah, tentunya diperlukan orang-orang yang matang, dengan pendidikan yang mapan dan memapankan. Paling tidak untuk mencapai tujuan itu, dalam kacamata pendidikan, pemerintah harus memperhatikan beberapa hal. Pertama, alokasi biaya pendidikan harus dimaksimalkan. Siapapun tahu!; saya, Anda, dan pemerintah tahu dan itu sudah merupakan rahasia umum kalau alokasi pembiayaan pendidikan masih di bawah yang diharapkan –angka yang disebut pemerintah baru sekitar 5 %. Angka yang lumayan jauh dari anggaran yang telah ditetapkan pemerintah sebesar 20 %. Harapannya dari pemaksimalan dana ini bukanlah ‘pemborosan’ untuk sesuatu yang tidak berguna. Sebaliknya dari angka itu pemerintah dapat membangun pendidikan Indonesia yang kokoh, berdaya saing serta mampu tampil di dunia global. Kalau perlu bisa mendongkrak peringkat pendidikan indonesia yang konon kabarnya berada di urutan 113 setelah Malaysia dan Vietnam. Semoga ironi yang menyudutkan negara kita yang dulunya satu tingkat di atas Malaysia bisa terhapus. Kedua, perumusan Kurikulum, alangkah baiknya, memperhatikan bangunan moral, intelektualitas seta efisiensi dan keefektifitasannya guna merespon realitas bergulirnya waktu dan terpenuhinya sasaran pendidikan dalam rangka menyiapkan manusia-manusia yang mandiri materil dan spiritual. Janganlah siswa dan masyarakat menjadi korban kelinci percobaan dari pelaksanaan kurikulum yang jelas-jelas gagal. Dan yang terakhir adalah pengoptimalan fungsi guru sekaligus upaya peningkatan kesejahteraan mereka sehingga tugas mereka sebagai penjembatan transfer ilmu dan moral dapat terlaksana secara proporsional. Tentunya lagi dan lagi persoalan guru ini akan kembali kepada kebijakan pemerintah. Kalau tidak ada guru siapa yang akan mencerdaskan bangsa ini. Kalau sudah tidak ada mereka berarti janji pemerintah untuk mencerdaskan bangsa yang tertuang dalam pembukaan UUD 1945 hanya bohong belaka, atau bahasa kerennya gombal wal bullshit.

Dewantara Kirti Gria : Warisan Guru Bangsa

Dewantara Kirti Gria : Warisan Guru Bangsa

Bangunan tua itu nampak anggun, dengan dua pohon sawo kecil berdiri merindangi halamannya, disampingnya berdiri kokoh bangunan Joglo bernuansa Jawa Pendopo Agung Tamansiswa namanya. Dibelakang bangunan tua itu terdapat Taman Indria (sekolah TK), Taman Muda (sekolah SD), Taman Dewasa (sekolah SMP). Sekolah-sekolah yang didirikan Ki Hajar Dewantara puluhan tahun silam. Diseberang sebelah selatan bangunan joglo berdiri gedung dua lantai dengan papan nama bertuliskan Kantor Majelis Luhur Tamansiswa yang berdampingan dengan kampus Seni Rupa Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa.
Bangunan tempo doeloe yang terletak di Jl. Tamansiswa no. 25 itu, yang lebih kita kenal dengan Museum Dewantara Kirti Griya, kesehariannya tak pernah sepi dari tawa dan lalu-lalang para pelajar yang berada di sekitarnya di pagi hari dan anak- anak yang berlatih tari di soreharinya.
Bangunan seluas 300 m2, di atas tanah 2.720 m2 ini mulanya merupakan milik saudagar Belanda yang di bangun sekitar 1915 yang di beli oleh Ki. Hadjar Dewantara untuk tempat tinggalnya sampai sekitar tahun 1934 seharga 3.000 Gulden. Dirumah itulah Ki. Hadjar Dewantara memulai aktivitasnya dari menulis sampai menerima tamu kawan-kawan seperjuangannya.
Museum ini secara geografis letaknya sangat menguntungkan karena berada di jantung kota Jogyakarta. Di area sekitarnya terdapat museum Biologi UGM, museum Sasmitaloka Panglima Besar Jendral Soedirman serta museum Puro Pakualaman, dengan lokasi yang sangat berdekatan membawa suatu keuntungan tersendiri bagi para pengunjung. Dengan waktu yang singkat tidak memerlukan tenaga yang besar dapat mengunjungi empat museum sekaligus.
Museum Dewantara Kirti Griya ini di resmikan oleh Ketua Umum Persatuan Tamansiswa, Nyi Hadjar Dewantara pada tanggal 2 mei 1970, untuk mengenang hari di resmikan itu maka museum itu di tandai dengan suatu candra sangkala “MIYAT NGALUHUR TRUSING BUDI” (1902 Saka) museum tersebut bersifat memorial berisi benda-benda yang berhubungan dengan kehidupan Ki Hadjar. Koleksi-koleksi yang ada di dalam museum adalah benda-benda milik Ki Hadjar dan Nyi Hadjar dari baju, tempat tidur, barang pecah-belah, foto-foto Ki Hadjar semasa hidup, mesin ketik, kumpulan buku-buku, karangan Ki.Hajar dan buku sastra Jawa, kumpulan surat Ki.Hadjar, kilas balik video klip dari pidato Ki.Hadjar pada kongres Tamansiswa 1 sampai Ki Hadjar wafat dan masih banyak lagi.
Kondisi koleksi-koleksi tersebut masih baik walaupun ada sebagian yang sudah rusak tapi dengan perawatan yang sangat baik benda-benda tersebut tetap utuh.
Museum ini berusaha mengetengahkan koleksi yang menginformasikan peran Ki.Hadjar Dewantara dalam kancah perjuangan bangsa untuk melepaskan diri dari belenggu penjajahan. Pada waktu itu Ki. Hadjar muda yang bernama R.M Suwardi Surya Ningrat adalah seorang budayawan dan tokoh pendidikan bangsa Indonesia, kini kita kenal dengan Bapak Pendidikan Nasional dan hari lahirnya jadi Hari Pendidikan Nasional. Dengan kekuatan jiwanya Ki.Hadjar Dewantara menuangkan ide besarnya dalam bentuk tulisan-tulisan. Slogan-slogan dan produk seni luar biasa dalam bentuk tulisan yang di tujukan kepada kaum muda itu ternyata mampu membangkitkan semangat kebangsaan dan kemerdekaan bangsa Indonesia pada waktu itu.
Di museum ini pula awal lahirnya Badan musyawarah museum (BARAHMUS) Daerah Istimewa Yokyakarta, di awali dari pertemuan Kepala-kepala museum se-DIY bersama Kepala Bidang Musjarahkala profinsi. DIY pada bulan Agustus 1971.
Kemudian di tindak lanjuti pertemuan di museum TNI Angkatan Darat di Bintara Wetan pada bulan September 1971. Setelah di capainya kesepakatan AD/ART, maka secara resmi terbentuklah BARAHMUS DIY di pimpin Mayor Supandi (alm) sebagai Ketua pertama. Dan selanjutnya BARAHMUS DIY beralamat di jalan Tamansiswa 31 Yogyakarta di museum Dewantara Kirti Griya ini hingga sekarang. Museum Dewantara Kirti Griya di lengkapi dengan Perpustakaan museum.
Dengan bahasa yang khas, Ki.Hadjar Dewantara dengan tulisan-tulisannya mampu memberikan semangat perjuangan yang luar biasa,’’ kata mantan Ketua Dewan Kesenian Yogyakarta itu. Untuk menyimpan data-data penting di atas, menurut sekretaris Harian Dewan Angkatan 45’ Nyi Sutartinah (istri Ki.Hadjar Dewantara) lah yang paling berjasa dalam mengoleksi dan mendokumentasikan karya-karya besar Ki.Hadjar Dewantara. “Dengan kesadaran tinggi beliau berusaha mendokumentasikan karya-karya besar Ki.Hadjar Dewantara. Beliau dengan kesabaran dan ketelatenannya menyimpan lembar demi lembar tulisan Ki.Hadjar Dewantara yang tersebar di berbagai media, “kata ketua Badan Musyawarah museum cabang Yogyakarta.
Hingga kini, menurut petugas museum, surat dan tulisan Ki.Hadjar yang menjadi koleksi museum ini jumlahnya mencapai 879 pucuk surat. Pemerintah melalui bantuan dari arsip Nasional Republik Indonesia Jakarta, surat dan tulisan Ki. Hadjar itu telah di konversikan dengan teknologi mutakhir. Yaitu dengan dibuatkan nya microfilm yang di simpan di badan Arsip Nasional Jakarta. Sedang aslinya tetap menjadi koleksi museum Dewantara Kirti Griya.
Tidak lengkap kiranya ketika anda baik siswa maupun mahasiswa ataupun para pelancong yang datang ke Jogja apabila tidak mampir dan tidak singgah untuk mengetahui besarnya tinggalan Ki. Hadjar Dewantara dan Nyi. Hadjar untuk diwariskan pada anak bangsa ini. Selain beliau meninggalkan asram bagi rakyat Indonesia yang berupa Tamansiswa, perjuangan yang maha dahsyat dalam memperjuangkan pendidikan, hanya para negarawan dan yang mempunyai jiwa pengabdian saja yang bisa melakukannya. Peninggalan Ki. Hadjar yang ada merupakan harta warisan yang harusnya dijaga dan dilestarikan sehingga impian akan kejayaan Tamansiswa dan Pendidikan Indonesia itu segera terwujud. Museum Dewantara Kirti Gria merupakan warisan guru bangsa.

DITEPIAN SURGA AKU MENANGIS

DI TEPIAN SORGA, AKU MENANGIS
*R. RISBIKA PUTRI

Dalam pergulatan sinar pekat, mentari pun bisa kalah dengan satu bintang saja. Ya, meskipun terlihat banyak, sesungguhnya yang menarik hanyalah satu. Kadang cinta terlahir dari ketidakdahsyatan. Mereka hanyalah genangan kenangan. Seiring waktu, aku mulai memahami bahwa aku mencintaimu. Lelaki pendiam dan tak terlalu tampan. Bagaimanapun juga, aku menyukaimu. Saat-saat mendebarkan adalah saat aku mencuri pandang kearahmu dan kau mengetahuinya.
Terjaga dalam lamanya waktu, menggenggam rindu dengan kedua tanganku, mencari sosokmu dalam untaian sajak bisu. Aku menunggu sebagai pengantin sunyi dalam pelaminan rindu yang semu. Adakah cinta tertumpah di lantai purba sekalipun? Aku bukan pejuang cinta. Aku tidak sedang memperjuangkan cinta, tapi yang kurasakan ini memaksaku untuk bertempur habis-habisan. Aku tercelungkup dalam benggala kebisuan. Samara-samar tercincang remuknya rindu. Takkan kubiarkan cinta turut tenggelam bersama kenangan. Ia terlalu hebat untuk sekedar hiasan hati. Ia minta terjemahan makna. Ia minta makna kata-kata!
Ada lubang seperti luka di bagian hatiku. Tampak memuncratkan suatu substansi cair bercampur darah. Apa itu yang disebut luka karena cinta? Tak sepatah kata yang bisa kuucap sepanjang perjalanan kematian. Kata-kata telah mati! Kejenuhan penuh kurasa pada petang berhujan ini saat jiwa melayang. Kedua mataku basah oleh dingin udara saat hati bicara tentang kerinduan dan penyesalan.
Betapa aku ingin kita seperti tanah dan tumbuhan. Bersatu menumbuhkan benih cinta meski airmata tak kunjung usai mengalir.
Kasih tak sampai bakal terus diingat selagi jantung masih berdetak, namun bagiku itu hanya omong kosong! Di tepian sorga pun aku masih menangis. Aku merindukan dirimu yang tak pernah mencintaiku meski aku telah memberi segala yang pernah ada dari hatiku. Aku telah merangkai hari-hariku sebagai persembahan cinta untukmu, memoles langit dengan warna-warna cintaku, namun tiada aku menjadi titik akhir dalam narasi cintamu! Apabila masih ada tetes keindahan yang sebenarnya belum terhidangkan, aku akan datang kembali ke meja makanmu meski badanku telah sirna.
*wartawan MAJALAH PENDAPA TAMANSISWA