Senin, 05 Mei 2008

Laboratorium; Si Anak Tiri Di Sudut Kampus UST

Bangunan itu tidak jauh dengan kampus FKIP, di persimpangan jalan, dekat dengan perkampungan para penduduk. Kalau kita menyusurinya, kita tidak akan mengeluarkan keringat. Itulah laboratorium PKK. Laboratorium yang menjadi salah satu pendukung kegiatan perkuliahan bagi Program Studi PKK. Aset UST yang satu ini telah lama menjadi penyokong kegiatan praktek para mahasiswa Pendidikan Kesejahteraan Keluarga, aset ini seolah-olah hanya menjadi aksesoris jurusan tersebut. Mengapa dikatakan demikian? Tentunya kita mempunyai bayangan sendiri tentang itu. Berdasarkan penelusuran kami selama ini, laboratorium itu sangat kotor dan jorok bahkan dari jendela luar kelihatan berdebu. Kurang layak pakai. Dan yang lebih parahnya lagi, papan identitas labotatorium itu tidak ada sama sekali. Padahal sebuah papan nama tentunya sangat penting untuk mempermudah mengenal alamat dan untuk menunjukan bahwa asset penunjang pembelajaran itu adalah milik UST. Itu baru terlihat dari luarnya aja. Dalamnya pun tak jauh berbeda dengan penampakan luarnya. Seperti yang diungkapkan salah satu mahasiswa PKK bahwa kalau di dalam ruangan yang berukuran lumayan besar itu, tak ubahnya seperti gudang yang berisikan perlengkapan tata busana maupun tata boga. Tapi Yang lebih parah lagi kondisi peralatan yang ada disana kurang memenuhi standar lagi. Banyaknya perlengkapan yang sudah rusak menyebabakan ke kurang optimal-an pemakaiannya. Mahasiswa sangat mengeluhkan hal tersebut.
Tidak terurusnya sarana belajar ini salah siapa? Tentunya banyak pihak yang terkait akan keteledoran itu. Kekurang perhatian itu tentunya tidak terlepas dari peran Fakultas yang membawahinya walaupun otoritasnya itu merupakan kebijakan dari program studi yang terkait. Seperti yang diungkapkan oleh Dekan FKIP bahwa masalah itu menjadi tugas para ketua program studi. Optimal tidaknya itu menjadi kewenangannya. Tapi memang tidak terawatnya itu juga tak bisa terlepas dari masalah ‘Finansial’ seperti yang diungkapkanya pada PENDAPA.
Tidak terawatnya fasilitas itu tentu menyebabkan dampak yang cukup signifikan. Ke-ngerian mahasiswa akan biaya pedidikan yang terus menerus meningkat sesuai dengan meningkatnya BBM akan menggambarkan betapa terjepitnya mahasiswa dengan skala penghasilan orang tua yang pas-pasan dengan kondisi saat ini. Laboratorium yang seharusnya dapat membantu mahasiswa yang belum bisa membeli peralatan baik busana maupun boga selayaknya dapat mempergunakan perlengkapan yang ada di laboratorium itu sebagai wahana pembelajaran dengan kondisi laboratorium yang seperti itu, bagaimana jadinya?.
Mengurai keteledoran itu semua, Seperti yang dikonfirmasi kepada PENDAPA, bahwa Dekan sendiri akan melihat dan berusaha mengoptimalkan kembali tentunya dengan pem fasilitasan yang layak pakai. Tapi dengan skala yang bertahap. Tidak langsung semuanya di perbaiki. Apalagi mengingat banyaknya program-program kedepan yang akan di laksanakan. Menurut Tarto Sentono kampus kita merupakan kampus yang ‘sederhana’ dalam kontek segala fasilitasnya termasuk laboratorium seharusnya layak pakai. Bukan berarti sederhana itu jelek, kotor, dan tidak layak pakai. Sebagai mana sesuai dengan fungsinya laboratoium sebagai tempat praktek pembelajaran materi yang diberikan dosen dikelas. Namun kalau melihat labortorium tersebut sepatutnya pihak kampus perlu membenahi agar mahsiswa tidak merasa dirugikan pasalnya mahasiswa sering antri atau bergiliran karena walaupun disitu ada fasilitasnya namun kelayakan pakainya masih tanda tanya.
Dengan adanya pembenahan aset-aset kampus diharapkan tidak ada lagi pihak yang dirugikan terutama mahasiswa dan hal itu bisa meningkatakan keterampilan mahasiswa tersebut biar kelak kalau sudah lulus mereka tidak kaget dengan ketatnya persaingan didalam etos kerja. Apalagi mengingat juga bahwa program seperti PKK lebih menonjol kearah kompetensi.
Kejadian yang sama juga dialami oleh Program Studi Teknik. Kekurang perhatian dari instansi terkait menyebabkan laboratorium ini seolah-olah kaku dan bisu. Disekeliling bangunan itu tampak rerumputan yang berdiri tinggi menjulang dan terkesan tidak ada penghuni. Papan nama yang sudah lama namanya hampir hilang karena berkarat dan juga bangunannya yang tampak tersudutkan menjadikan laboratorium ini jauh dari jangkauan umum. Seperti yang diungkapkan mahasiswa teknik bahwa laboratorium itu belum sepenuhnya berjalan dengan baik. Ibarat perbandingan, bisa dibayangkan seperti 70 : 30 (dalam persen-red). “Tapi sekarang mungkin laboratorium teknik mungkin bisa lebih baik lagi. Ini karena laboratorium itu mendapat bantuan dari Toyota yang berupa mesin-mesin. Cukup menggembirakan bagi fakultas yang notabenenya besar dalam kuantitasnya” Ungkap Tarto Sentono. Bantuan itu katanya lagi kalau di nominalkan cukup besar yaitu sekitar Rp 60.000.000 (enam puluh juta rupiah-red).
Bantuan yang cukup besar ini tentunya membuat kepuasan tersendiri bagi UST . Artinya kepercayaan mulai mengalir. Tapi bukan berarti UST telah sangat optimal bersaing dalam meningkatkan mutu, malah ini bisa menjadi ancaman kedepan. Dalam artian Bantuan berhasil diraih pasti membutuhkan balance dari pengelolaanya agar tidak mengecewakan para donatur. Ini harus menjadi prioritas ke depan agar UST lebih berkembang.
Tapi diakui juga oleh Dekan FKIP Tarto Sentono bahwa memang masih ada yang kurang optimal dalam laboratorium teknik itu sendiri. Kekurang optimalan itu bisa ditunjang dari berbagai aspek. Tapi menurut beliau lagi, itu akan ditinjau ulang agar aset-aset yang sudah ada menjadi penunjang pembelajaran dan mampu meningkatkan minat bagi UST. Dari minat ini nanti nya akan menghasilkan kuantitas yang bagus serta kualitas yang lebih berguna lagi.
Laboratorium bahasa Inggris tak kalah tertinggalnya dari laboratorium-laboratorium UST yang lain. Laboratorium ini cukup penting bila kita hubungkan dengan prospek peolehan mahasiswa baru kedepan. Pendidikan Bahasa Inggris adalah salah satu program studi yang selalu meraup mahasiswa baru yang cukup banyak. Dengan keadaan laboratorium yang terbengkalai (lantai pecah dan peralatan banyak rusak, red.) tentunya akan mengurangi kepercayaan masyarakat. Selain hal itu sangat mengaggu kegiatan belajar mengajar. Banyaknya peralatan yang rusak menyebabkan jumlah peserta kuliah (listenig, red) tidak seimbang dengan daya tampung laboratorium. Maka antrian panjang pun tak bisa dihindari.
“Saya itu sangat bingung lho mas kalau pas kuliah listening, pasalnya kadang saya masuk jam ke 1 tapi kebagiannya jam ke 2 padahal di jam itu saya ada mata kuliah lain yang tak kalah pentingnya untuk diikuti” Ungkap salah seorang mahasiswa kepada PENDAPA.
Nah disini kita bisa mengerti betapa pentingnya sebuah laboratorium guna penunjang dalam pembelajran. Tentunya juga mahasiswa berharap agar laboratorium-laboratorium itu segera di benahi terlebih dahulu dibanding memulai kearah yang lebih baru lagi.
Sebuah laboratorium tentunya akan sangat bermanfat bagi yang memakainya bila memadai dan terawat sehingga kondisi ruangn nyaman dan kondusif untuk kegiatan perkuliahan. Kalau hal tersebut tidak memenuhi akan sangat bedampak pada mahasiswa sendiri kadang ada mahasiswa yang terpaksa tidak bisa ikut kegitan perkuliahan karena tidak kebagian kursi duduk. Dan yang perlu diperhatikan lagi adalah mengenai pengadaan fasilitas yang cukup memadai untuk menunjang proses perkuliahan, hal ini sangat diperlukan dan merupakan hak mahasiswa untuk mendapat fasilitas agar semua materi yang disampaikan dapat diserap. Mengingat laju perubahan jaman yang dinamis sehingga menuntut kita untuk bisa menguasai keterampilan untuk menjawabnya maka kita memerlukan sebuah laboratorium sebagai tempat mengasah keterampilan tersebut. Dan kita berharap dengan adanya laboratorium kita bisa lulus dari kampus kita dengan keterampilan dan kompetensi yang cukup memadai. Tidak terlepas dari hal tersebut diperlukan juga semangat belajar yang tinggi dari mahasiswanya sendiri. Pihak kampus seharusnya lebih merefleksikan asset- aset yang ada sebelum memfokuskan pada rencana pengembangan ke tahap berikutnya. Asset-aset yang sudah ada justru harus di benahi lebih dulu supaya bisa menekan perspektif negatif bagi sebuah Perguruan Tinggi yang sudah cukup mengakar di kota pendidikan ini.


Artikel ini pernah dimuat di Fokul PENDAPA news oleh Melki, N’dang & Ahmad

Tidak ada komentar: