Senin, 05 Mei 2008

MAHASISWA BERORGANISASI, MENGAPA TAKUT ?

“Kuliah atau organisasi?” Itulah pertanyaan untuk mahasiswa, Bagi penulis kuliah itu pilihan,begitu pun organisasi.Tak seorang pun berhak melarang apalagi memaksa untuk memilih. Hidup ini sebuah pilihan. Memilih untuk menjadi ‘manusia’ yang peduli akan sesamanya atau menjadi pribadi individualistis adalah hak. Terserah. Dan pasti bahwa orang demokratis akan menghargai pilihan sedang pribadi otoriter melarang iklim kebebasan karena merasa tidak dihargai. Pribadi yang suka memberontak menjadi halangan karena dianggap menghambat. Dan kepuasan pribadi manakala tuntutan mereka dipenuhi,tidak ditentang dan selalu dituruti. Sedang orang yang menganut paham demokratis selalu mengedepankan kebebasan, menghargai perbedaan pendapat dan tidak menang sendiri
. Secara jasmaniah manusia adalah orang-orang bebas yang dapat pergi dan melakukan segala sesuatu yang disukainya,kapan dan di mana saja. Tapi benarkah itu adalah pertanda bahwa manusia adalah orang-orang yang merdeka untuk menentukan jalan sejarahnya masing-masing? Karena kemerdekaan sesungguhnya itu bukanlah kemerdekaan ragawi yang melekat erat pada diri manusia melainkan hanya dapat terwujud ketika manusia telah mampu untuk berpikir merdeka dan bertindak sesuai nuraninya sendiri. Maka memilih menjadi mahasiswa adalah sebuah kebebasan yang terlahir dari kesadaran akan eksistensi pribadi manusiawinya.
Menurut asumsi orang, mahasiswa adalah manusia paripurna yang serba tahu, serba bisa. Namun begitu memasuki dunia perguruan tinggi,yang dikira indah dan penuh misteri ternyata tidak ada apa-apanya. Bagi penulis, kemahasiswaan tidak lebih dari sekedar nama. Memang dalam hal-hal tertentu, diri mahasiswa adalah macam-macam keistimewaan, seperti banyaknya tugas dan persoalan yang harus diselesaikan terutama menyangkut tugas-tugas insan akademis yang sedang menyiapkan diri menjadi sorang cedekiawan
Namun realita berbicara lain. Proses belajar-mengajar di perguruan tinggi justru mengasingkan mahasiswa dengan lingkungan masyarakat. Muncul menara gading. Kuliah yang seharusnya dapat membawa mahasiswa menemukan jati dirinya ternyata menjebakkan mahasiwa dalam sebuah kesenjangan antara tradisi sendiri dengan dunia medernitas. Kuliah pun membuat mahasiswa terpenjara dalam benteng-benteng yang kokoh sehingga mahasiswa tidak dapat melihat realitas dengan jelas. Kuliah mengajarkan mahasiswa harus bertarung untuk saling menaklukkan satu sama lainnya dalam sebuah paradigma hidup yang individualistik dan materialistik. Dan akhirnya kampus ibarat arena pertarungan manusia-manusia yang memburu selembar ijazah sebagai alat legitimasi sosial. Mahasiswa belajar dari atas,tapi bukan dari refleksi kenyataan hidup sehar-hari Memang lahir orang-orang pintar tapi orang pintar yang tidak mengenal masyarakatnya sendiri. Diakui bahwa sistem pedidikan kita adalah sistem pedidikan yang elite yaitu pola pendidikan kolonial Belanda yang ditujukan untuk mengisi jabatan dalam birokrasi pemerintahan.
Usaha dalam proses penyadaran semestinya dilakukan sejak awal dari mahasiswa bahwa bagaimanapun posisi mahasiswa pada suatu saat pasti akan muncul kelompok elite yang akan memperkokoh struktur kekuasaan yang baru. Gerakan intelektual ini harus dijaga kelangsungannya mulai dari pra sarjana sampai pasca sarjana. Dasar utama gerakan intelektual adalah,mengenal masyarakat ,mengikuti perkembangan bangsa dan melakukan komunikasi intelektual dengan sesama serta menyalurkan aspirasi rakyat melalui media yang ada. Jika ini terlaksana maka akan mempertinggi mutu kemahasiswaan dalam keberadaanya secara keseluruann
Menjadikan mahasiswa lebih profesional menuntut susasana akademik yang demokratis, menuntut kebebasan berpikir dan berpendapat tanpa ada unsur birokratisasi. Tanpa kondisi yang obyektif seperti ini justru akan menciptakan generasi penurut dan siap didikte.Iklim kebebasan tetap dijaga, termasuk kebebasan mahasiswa memilih kuliah dan berorganisasi. Kuliah di ruangan kelas, kuliah di organisasi.Hak anda untuk memilih,karena masa depan ada di tangan masing-masing.

Ambros A.Weruin
wartawan LPM PENDAPA Tamansiswa

Tidak ada komentar: